Para Pakar Bicara soal Fenomena Kotak Kosong di Pilkada 2024


TEMPO.CO, Jakarta – Istilah kotak kosong kembali mengemuka menjelang pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024. Kotak kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, melainkan munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan, sehingga dalam surat suara, posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.

Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi diangkat menjadi kepala daerah. Oleh karena itu, dalam sistem Pilkada dikenal adanya pemilu antara pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong.

Diketahui, Pilkada hanya diikuti satu calon dan melawan kotak kosong pernah terjadi di Pilkada Makassar dan Sumatra Barat pada lima tahun lalu. Kini, fenomena tersebut mulai terlihat saat kandidat tertentu memborong semua partai politik untuk mendukungnya.

Berikut pernyataan para pakar terkait fenomena kotak kosong menjelang Pilkada 2024.

Adi Prayitno

Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menyoroti fenomena calon kepala daerah memborong dukungan banyak partai untuk memenangkan Pilkada 2024. Dia berpendapat, fenomena ini akan terjadi di banyak daerah.

“Saya kira fenomena kotak kosong di pilkada akan banyak bermunculan di Indonesia,” kata Adi kepada Pace, Ahad, 4 Agustus 2024.

Adi menduga, ada faktor kelelahan berpolitik yang dirasakan oleh para elite partai karena jarak pelaksanaan antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada Serentak tak terpaut jauh.

“Jadi, wajar kalau partai politik terkesan lemah, lesu untuk menghadapi pilkada di 545 daerah,” ujarnya. 

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menilai, banyak partai politik yang tidak semangat untuk saling bertarung. Akibatnya, menurut Adi, para elite partai lebih memilih jalan pragmatis dengan cara berkongsi dengan figur paling kuat untuk diusung. 

“Mereka lelah secara politik, logistik, dan mesin. Mereka juga masih belum transfer on terkait pemilu yang lalu,” kata Adi.

Adi menilai bahwa fenomena ini menurunkan praktik demokrasi. Dia menyayangkan partai politik lebih memilih untuk mengusung calon tunggal yang memunculkan kotak kosong. 

“Kalau partai politik pada akhirnya berkongsi dan berkoalisi tanpa memajukan calon penantang, ya di situlah demokrasi macet,” kata Adi.

Ia pun memberi contoh Pilkada Kabupaten Sumenep yang berpeluang melahirkan satu pasangan tunggal, yakni Achmad Fauzi Wongsojudo-KH. Imam Hasyim (Fauzi-Imam). Adapun daerah itu merupakan foundation suara Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau Sekjen PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul. 

Salah satu kemungkinan besar pilkada lawan kotak kosong juga terjadi di Pilkada Kota Batam. Dari 12 partai, setidaknya saat ini sudah ada 11 partai mengusung pasangan Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *