Soal Pencabutan Penerima KJP Plus, Anggota DPRD DKI Duga Pemprov Ingin Kurangi Anggaran Bantuan


TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak membenarkan ada sekitar 75.000 aduan Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus dicabut oleh pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pencabutan. itu dinilai sebagai upaya Pemprov mengurangi jumlah kuota penerimanya.

“Kalau saya melihat memang ini sengaja mengurangi ya, sengaja mengurangi anggaran KJP Plus,” kata Jhonny kepada Pace melalui telepon pada Senin, 12 Agustus 2024.

Jhonny memaparkan information soal terjadinya penurunan kuota penerima KJP Plus setiap tahunnya. Misal pada 2022 ada sebanyak 803.121 penerima KJP Plus kemudian pada 2023 turun menjadi 656.390. Pada 2024 turun lagi menjadi 533.649 saja penerimanya.

“Nah persepsi pihak eksekutif  bahwa mereka dikurangin ada misalnya tidak layak menerima karena halnya listriknya. Menurut saya ini enggak substansial. Tetapi saya menduga memang Pemprov  sengaja mengurangi anggaran untuk KJP Plus ini,” tutur dia.

Menurut dia Pemprov DKI pasti memiliki alasan kenapa melakukan pencabutan KJP yang besar itu. Sebelumnya dalam rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta pada Kamis, 8 Agustus 2024 lalu Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono menyatakan ada pemadanan information yang dilakukan verifikasi Information Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P2KE). Pemadanan itu agar penyaluran bansos tepat sasaran.

Jhonny tidak memungkiri memang banyak ditemukan pelanggaran pada penerima KJP Plus, misal kasus kartu bantuan itu digadaikan atau dipakai untuk hal yang tidak sesuai dengan fungsi awal yakni bantuan pendidikan.

Jhonny menceritakan anggota dewan lebih dahulu daripada Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan soal pengadaan sekolah free of charge untuk swasta. Bagi Jhonny sekolah free of charge merupakan solusi yang tepat dibanding program KJP Plus. “Kami menawarkan daripada kita berkutat dalam hal-hal yang seperti ini, kami menawarkan agar sekolah free of charge jadi sekolah swasta, itulah jalan keluarnya,” ujarnya.

Iklan

“Karena memang kami harus jujur juga pada stage orang tua, masih banyak juga mereka menggadaikan itu (KJP),” ujar dia.

Dia menilai masyarakat belum siap mendapatkan bantuan fashion itu dan akhirnya tidak tepat sasaran. Alasan usulan sekolah swasta free of charge karena DPRD mencatat, mayoritas siswa sekolah swasta di DKI Jakarta berasal dari kalangan yang tidak mampu. Menurut dia lebih penting soal penggratisan sekolah daripada bantuan KJP Plus.

“Saya tidak mengklaim semua orang tua seperti itu. Nah misal Pemprov DKI mengubah itu menjadi sekolah free of charge ya bagus. Orang tua tidak megang uang tetapi pendidikannya terjamin oleh negara,” ujarnya.

Jhonny menjelaskan rencana sekolah free of charge ini lebih dulu dicanangkan di DKI Jakarta. Selain itu ada perbedaan dengan apa yang diusulkan di Mahkamah Konstitusi. “Jadi kami lebih dulu bahas ini. Kalau di MK sampai SMP saja. Ini sampai SMA dan SMK.” kata dia.

Pilihan Editor: Anies Baswedan Sebut Kebijakan PBB Heru Budi Ingin Usir Warga Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *