IKOHI Nilai Ada Politik Transaksional di Balik Pertemuan Keluarga Korban Orang Hilang 98 dengan Elite Gerindra


TEMPO.CO, Jakarta – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia atau IKOHI menilai terdapat politik transaksional dalam pertemuan antara dua elite partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Habiburokhman dengan keluarga korban hilang 98.

IKOHI mendapat informasi dari sumber yang kredibel bahwa dalam pertemuan tersebut terdapat pemberian uang Rp 1 miliar kepada setiap keluarga korban yang hadir dalam pertemuan tersebut.

“Kata beberapa keluarga korban, ada uang tali kasih di sana, di pertemuan tersebut,” ujar Anggota Dewan Penasihat IKOHI, Wilson, saat jumpa pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis, 15 Agustus 2024.

IKOHI menilai terdapat upaya memanfaatkan kerentanan keluarga korban kerusuhan 1998 dalam pertemuan tersebut. Dalam hal ini, IKOHI melihat upaya memanfaatkan kerentanan keluarga tersebut tidak hanya dilakukan oleh Dasco, tetapi juga dilakukan oleh staf Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Mugiyanto. Dia diketahui merupakan korban penculikan 98 dan menjadi fasilitator dalam pertemuan tersebut.

“Saya merasa bahwa kemiskinan dan juga kelelahan para korban berjuang selama 26 tahun, dimanfaatkan, jadi celah oleh Mugyianto untuk membawa mereka kepada Dasco,” ujar Wilson.

Sebelumnya, dua elite Partai Gerindra, yaitu Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Umum Habiburokhman, menemui sejumlah aktivis dan keluarga korban 98. Persamuhan itu terungkap lewat unggahan Dasco di media sosial Instagram pada Ahad, 4 Agustus 2024.

Iklan

Dasco kemudian menceritakan isi pembicaraan mereka saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 5 Agustus 2024. “Pertemuan dengan keluarga orang hilang 98 dan aktivis 98 itu juga dalam rangka silaturahmi, memperkuat tali pesaudaraan, kita enggak bicara macem-macem,” kata Dasco.

IKOHI mengatakan akan tetap berjuang mendampingi korban penculikan tahun 1997-1998. Menurut mereka, pertemuan Dasco dengan beberapa keluarga korban penculikan 1997-1998 tersebut tidak dapat menghapus tanggung jawab negara untuk menggelar proses hukum.

“Penghilangan paksa kepada para aktivis adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak mengenal kadaluwarsa, kesalahan pelakunya tidak bisa diampuni dengan amnesti, atas alasan perintah atasan atau atas dalil pernah ada pengadilan yang digelar” ujar Zaenal Muttaqien, Sekretaris Umum Badan Pekerja IKOHI.

Pilihan Editor: Dasco Ungkap Gerindra akan Bekerja Sama dengan PKB di Pilgub Jakarta

Maulani Mulianingsih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *