Bamsoet Ungkap Rekomendasi Amandemen UUD 1945 Periode 2024-2029


INFO NASIONAL – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menekankan pentingnya kajian ulang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dalam Seminar Hari Konstitusi di Gedung Parlemen, Jakarta, Minggu, Ahad, 18 Agustus 2024. Dalam seminar tersebut, Bamsoet mengungkapkan bahwa MPR RI periode 2019-2024 merekomendasikan kepada MPR RI periode 2024-2029 untuk mempertimbangkan usulan amandemen UUD NRI 1945.

Bamsoet menjelaskan bahwa amandemen terhadap UUD 1945 telah membawa perubahan basic dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan signifikan adalah reposisi MPR yang tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan superlatif seperti sebelumnya. Meskipun demikian, MPR masih memiliki kewenangan konstitusional tertinggi, terutama dalam hal mengubah dan menetapkan UUD, serta memberi putusan akhir pada proses pemakzulan (impeachment) terhadap presiden dan wakil presiden.

“Setelah 26 tahun reformasi yang membawa euforia demokrasi, kini mulai muncul wacana untuk mengkaji kembali opsi amendemen terhadap UUD NRI 1945, termasuk dari para tokoh bangsa. Tujuannya adalah untuk mengoreksi hasil amendemen konstitusi yang telah dilakukan selama periode 1999 hingga 2002. Untuk itu, MPR periode 2019-2024 akan merekomendasikan kepada MPR yang akan datang agar melakukan kajian mendalam dan menyeluruh terhadap usulan amandemen UUD NRI 1945,” ujar Bamsoet.

Seminar Hari Konstitusi ini turut menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka seperti Jimly Asshiddiqie, Yudi Latief, dan Jimmy F. Usunan, serta dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dan Fadel Muhammad.

Sebagai Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan, Bamsoet memaparkan beberapa aspirasi yang telah diterima MPR terkait wacana amendemen UUD NRI 1945. Aspirasi pertama adalah amendemen terbatas terkait kewenangan MPR untuk membentuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Kedua, penyempurnaan atau pengkajian menyeluruh terhadap UUD 1945 hasil amendemen sebelumnya. Aspirasi ketiga adalah kembali ke UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Aspirasi keempat, kembali ke UUD 1945 yang asli dan disempurnakan melalui adendum. Dan kelima, tidak diperlukan adanya amendemen konstitusi karena UUD NRI 1945 yang berlaku saat ini masih dianggap relevan.

Iklan

Bamsoet, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia, menyoroti pentingnya meninjau kembali konstitusi. Menurutnya, masih terdapat banyak celah yang belum diatur dalam UUD NRI 1945 pasca-reformasi, terutama terkait tata cara pengisian jabatan publik jika hasil Pemilu tidak tepat waktu. Sebagai contoh, Bamsoet menyoroti bahwa saat ini tidak ada ketentuan hukum yang mengatur situasi darurat apabila pelaksanaan Pemilu tertunda, yang berpotensi menimbulkan kebuntuan konstitusi dan politik.

“Bagaimana jika keadaan darurat negara menyebabkan pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai perintah konstitusi? Maka secara hukum, tentunya tidak ada anggota legislatif, presiden dan atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu. Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban atau kewenangan hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut?” ungkap Bamsoet.

Sebagai Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI, Bamsoet menekankan bahwa idealnya UUD NRI 1945 harus memberikan solusi konstitusional untuk mengatasi kebuntuan ketatanegaraan atau “constitutional impasse”. Jika situasi seperti itu terjadi, prinsip kedaulatan rakyat harus menjadi landasan utama dalam mengatasi keadaan darurat.

“Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, maka seharusnya MPR kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif. Dengan kewenangan tersebut, MPR dapat mengambil keputusan atau penetapan yang bersifat regeling guna mengatasi dampak dari keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan dikendalikan secara wajar,” kata Bamsoet.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *