PDIP dan Demokrat Akur, Pilgub Jakarta 2024 Tak Melawan Kotak Kosong
TEMPO.CO, Jakarta – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP dan Partai Demokrat sepakat jika pemilihan gubernur atau Pilgub Jakarta 2024 tidak hanya melawan kotak kosong.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas berharap pemilihan Pilgub Jakarta tidak hanya melawan kotak kosong, sehingga mengejawantahkan demokrasi yang sehat.
“Karena kita ingin adanya kompetisi. Karena presiden saja ada kompetisinya, masa di daerah kita takut untuk berkompetisi, tapi kita lihat pemenang hajat dari pilkada ini tentunya parpol dan rakyat pada umumnya,” kata Ibas saat ditemui sesaat sebelum dilangsungkannya Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI Tahun 2024 pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Ibas mengatakan, urusan Pilkada 2024 dipegang oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.
“Tapi saya sebagai kader Partai Demokrat tentu berharap ya, proses pilkada dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, proses demokrasi juga dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya,” kata dia.
Dia berharap kontestasi Pilkada 2024 dapat menghasilkan koalisi dan pasangan calon yang mumpuni untuk dapat memimpin daerahnya.
“Yang dapat menghasilkan juga pada saatnya pemerintahan daerah yang succesful, yang kompeten, yang seiring dengan langkah pemerintah pusat pada saatnya nanti,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Djarot Saiful Hidayat pun berharap Pilgub Jakarta 2024 tidak menyajikan pelaksanaan demokrasi semu.
“Jadi jangan kemudian kita disajikan nanti Pilkada DKI Jakarta itu pelaksanaan demokrasi yang semu, sama seperti di beberapa wilayah ketika melawan kotak kosong atau ketika melawan calon independen yang ‘sengaja disiapkan’ pada pilkada sebelumnya,” kata Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.
Djarot berharap, peta politik masih cair sehingga kandidat bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang maju pada Pilgub Jakarta 2024 tidak melawan kotak kosong ataupun independen.
“Kalau melawan independen, bukan mengecilkan arti calon independen, tapi kekuatannya tidak setara. Karena apa? Karena tidak didukung oleh partai-partai politik yang kuat yang punya akar di rakyat,” kata Djarot.