Ragam Pendapat Soal Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada 2024


TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI Mochamad Afifuddin mengatakan terdapat 43 daerah yang terdiri atas satu provinsi di Papua Barat, lima kota, dan 37 kabupaten yang berpotensi memiliki calon tunggal karena hingga batas akhir pendaftaran Pilkada 2024 pada Kamis, 29 Agustus 2024 hanya satu bakal pasangan calon kepala daerah yang mendaftar. Afifuddin menyampaikan hal itu dalam jumpa pers di Kantor KPU RI Jakarta pada Jumat, 30 Agustus.

Karena kondisi tersebut, KPU memperpanjang masa pendaftaran bakal calon kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki satu bakal pasangan calon. Perpanjangan masa pendaftaran pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 itu dilakukan mulai Senin, 2 September hingga Rabu, 4 September 2024.

Calon Tunggal Tak Bisa Dibiarkan dan Dianggap Wajar

Menurut Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu, calon tunggal dalam pilkada tidak bisa dibiarkan dan dianggap wajar, sehingga perlu pembenahan di masa datang.

“Meski kehadirannya sah dan konstitusional, calon tunggal itu bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat dan membangun demokrasi yang sehat,” kata Kholil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Ahad, 1 September.

Dia menyebutkan tiga bentuk pembenahan yang perlu dilakukan. Pertama, Undang-Undang Pilkada harus memuat aturan ambang batas maksimal persentase jumlah suara partai atau gabungan partai. Menurut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pilkada hanya mengatur ambang batas minimum persentase perolehan suara partai atau gabungan partai. Dengan adanya pengaturan ambang batas maksimal, diharapkan dapat membatasi menumpuknya banyak partai dalam satu koalisi pencalonan.

Kedua, perlu diatur sanksi bagi partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon, tetapi memilih tidak mengajukan. “Ketentuan ini sebagaimana halnya dalam pengajuan pasangan calon dalam pemilihan presiden,” ucap Kholil.

Ketiga, dia menilai perlu penataan ulang soal keuangan politik agar biaya politik yang harus ditanggung oleh calon, partai, dan gabungan partai lebih rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *