Dominasi APH dalam Daftar Capim KPK, Akademisi: Ada Paradigma Keliru


TEMPO.CO, Jakarta – Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengkritisi besarnya proporsi aparat penegak hukum (APH) dalam deretan calon pimpinan atau Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari 20 orang Capim, terdapat 9 orang yang berasal dari kalangan polisi dan jaksa. 

Akademisi dan aktivis yang akrab disapa Uceng ini menyesalkan, jika mayoritas kandidat yang lolos menjadi pimpinan KPK justru dari kalangan penegak hukum. “Kesadaran itu yang gak pernah dipunya oleh Pansel (panitia seleksi),” katanya saat dihubungi Pace pada Ahad, 15 September 2024.

Menurut Uceng, terdapat paradigma keliru yang telah dipelihara sedari awal seleksi. Kekeliruan itu, kata dia, berupa pandangan bahwa di dalam KPK harus ada unsur polisi dan jaksa. Dia juga melihat gejala intervensi yang besar kepada Pansel dalam proses seleksi Capim KPK.

Salah satu risiko yang jadi kekhawatiran jika pimpinan KPK mendatang didominasi oleh polisi dan jaksa adalah soal independensi. Uceng mengatakan, kekhawatiran soal independensi tentu tidak hanya sekadar karena banyak capim asalnya dari instansi kepolisian dan kejaksaan. Sebab, orang biasa juga tetap bisa berlaku tidak independen. 

Iklan

Uceng menekankan, potensi untuk berlaku tidak independen akan lebih besar jika pimpinan KPK berasal dari kalangan penegak hukum. “Apalagi kita tahu ada semacam ‘penugasan’ ke KPK, kan,” kata Uceng.

Pilihan editor: Simak Jadwal Pengumuman Seleksi Administrasi CPNS 2024 Kemendikbudristek dan Kemenag

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *