Penghapusan Nama Soeharto dari Faucet MPR tentang KKN, Usman Hamid: Langkah Mundur Reformasi
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty World Indonesia, Usman Hamid mengkritik keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR yang menghapus nama Presiden Kedua RI, Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme atau KKN. Menurut dia, keputusan MPR itu merupakan langkah mundur perjalananan reformasi.
Dia mengatakan, keputusan MPR itu justru menciptakan preseden buruk untuk masa mendatang. “Membuka jalan pemutihan dosa-dosa penguasa masa lalu,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 26 September 2024.
Padahal, ujarnya, pengusutan kejahatan korupsi, kerusakan lingkungan, hingga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Soeharto selama 32 tahun berkuasa belum selesai diungkap. Usman menilai, keputusan menghapus nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11/1998 bakal berdampak bagi masyarakat sipil dan para korban kejahatan masa lalu.
“Kian menyempitnya ruang gerak masyarakat sipil, juga menyempitkan ruang gerak korban kejahatan masa lalu untuk menyuarakan hak-haknya,” ucap Usman.
Selain itu, ia juga mengkritik gagasan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Dia mengungkapkan bahwa, gagasan itu telah melecehkan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.
Sebab, katanya, hingga kini para keluarga korban masih menuntut keadilan dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Soeharto. “Jika itu diambil, ini jelas berpotensi mengkhianati reformasi 1998, yang berusaha menjamin tegaknya kebebasan politik dan keadilan sosial,” kata Usman.
Sebelumnya, MPR telah resmi mencabut nama Presiden kedua RI Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Ketua MPR Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet itu menyebut, usulan ini sebelumnya diajukan oleh fraksi Partai Golkar pada 18 September 2024.
“Surat dari fraksi Partai Golkar, tanggal 18 September 2024, perihal kedudukan Pasal 4 TAP MPR Nomor 11/MPR 1998,” kata Bamsoet dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 di Gedung Nusantara pada Rabu, 25 September 2024.
Iklan
Dia mengatakan, keputusan rapat gabungan pimpinan telah menyepakati untuk menjawab surat dari fraksi Golkar itu. Pimpinan MPR rapat bersama pimpinan fraksi dan DPD pada 23 September 2024.
“Namun terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” ujar Bamsoet di hadapan discussion board.
Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 menyebutkan bahwa upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu. Termasuk, pada Presiden RI kedua Soeharto.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia,” demikian bunyi Pasal 4.
Pilihan Editor: MPR Hapus Nama Soeharto dari TAP MPR 11/1998 tentang KKN, Bamsoet: Karena Telah Meninggal
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.