60 Ribu Guru Bakal Direkrut untuk Mengajar di Sekolah Rakyat
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan akan merekrut 60 ribu guru untuk mengajar di Sekolah Rakyat Kementerian Sosial. Hal ini disampaikan Mu’ti setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto kemarin.
“Tadi disampaikan 60 ribu guru kebutuhannya. Nanti mendistribusikan guru yang sudah ada atau rekrutmen baru, nanti masih proses yang panjang,” kata Abdul Mu’ti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 10 Maret 2025.
Selain itu, Abdul Mu’ti mengatakan bakal ada dua skema kurikulum untuk sekolah rakyat. Pertama, kurikulum Sekolah Unggul yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Kedua adalah Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di sekolah-sekolah.
“Kalau Sekolah Unggul kan standar internasional kan, yang Sekolah Unggul Garuda itu. Tapi kalau kurikulum kami ya sama dengan yang berlaku di Indonesia saat ini,” ujar dia.
Sementara itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan hingga saat ini sudah terdapat 53 lokasi yang siap menyelenggarakan Sekolah Rakyat. Namun, menteri yang akrab disapa Gus Ipul ini mengatakan, jumlah ini kemungkinan bakal bertambah karena 2-3 hari ke depan pihaknya akan koordinasi dengan para kepala daerah.
Gus Ipul mengatakan penyelenggaraan sekolah rakyat tidak hanya berfokus pada kurikulum, tetapi juga memastikan kesiapan infrastruktur. Ia menyebutkan bahwa sekolah-sekolah yang dipilih harus memenuhi syarat kelayakan, termasuk ketersediaan asrama, ruang kelas, tempat ibadah, kantin, hingga fasilitas olahraga.
“Ya makanya itu yang saya sebut 53 itu karena dianggap asramanya atau bangunannya sudah mencukupi lah. Bangunannya sudah mencukupi, ada untuk sekolah, ada untuk asrama, ada untuk tempat ibadah, ada tempat untuk makan, ada tempat untuk olahraga, dan hal lain-lain yang dibutuhkan,” katanya usai rapat dengan Presiden, kemarin.
Ia mengatakan lokasi sekolah rakyat juga tersebar di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Papua. Selain itu, dua perguruan tinggi, yaitu Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), telah menyatakan komitmen mereka dalam mendukung penyelenggaraan program ini.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mengatakan Sekolah Rakyat akan memiliki jenjang dari SD, SMA, hingga SMA. Yang membedakan dengan Sekolah Unggulan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi adalah Sekolah Rakyat ini berasrama.
“Ya kurang 3 bulan ini, Juli ini. Jadi yang saya sebut tadi itu memang secara sarana-prasarana sudah siap untuk digunakan. Memulai ya, memulai penyelenggaraan tahun 2025-2026,” katanya.
Gus Ipul mengatakan para siswa Sekolah Rakyat akan diberikan fasilitas pendidikan free of charge, makan, seragam, hingga asrama tanpa dipungut biaya sepeser pun.
“Ya jelas, kalau free of charge pasti. Sekolah free of charge 100 persen. Seragam-seragamnya, terus kemudian itu semua,” ujar Gus Ipul.
Sistem seleksi akan dilakukan secara ketat, dimulai dengan pemilihan calon siswa dari Desil 1-2 berdasarkan Information Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Setelah itu, siswa harus menjalani tes akademik untuk memastikan mereka memiliki minat dan kemampuan belajar.
“Yang pertama tentu yang berada di Desil 1-2. Dari DTSN yang terbaru itu. Nah dari situ nanti kemudian ada tes akademik lanjutan setelah mereka berada di Desil itu,” ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan bahwa penerimaan siswa akan berbasis Information Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), terutama dari kelompok Desil 1 dan Desil 2, yang merupakan masyarakat dengan kondisi ekonomi paling rentan.
Amalia juga menyebut bahwa dari 53 lokasi yang telah dipilih, sebagian besar berada di daerah yang membutuhkan sekolah dan memiliki jumlah masyarakat kurang mampu yang tinggi. “Jadi ini sudah sangat selaras dengan data-data yang ada di BPS,” ucap Amalia.