Polemik Kader PSI Ramai Jadi Pengurus FOLU Internet Sink 2030, Nepotisme?
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menuai sorotan lantaran diduga sengaja menunjuk kolega-koleganya di Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk mengisi jabatan kepengurusan Indonesia’s Forestry and Other Land Use alias FOLU Net Sink 2030. Selain terindikasi nepotisme, dugaan bagi-bagi jabatan sesama kader PSI itu dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan.
Menurut Keputusan Menteri (Kepmen) Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025 yang beredar di media sosial, total ada 11 kader PSI yang berada dalam kepengurusan. Di antaranya Andy Budiman sebagai dewan penasehat ahli, Endika Fitra Wijaya sebagai staf kesekretariatan bidang pengelolaan hutan lestari, dan Sigit Widodo sebagai anggota bidang peningkatan cadangan karbon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian ada pula Furqan Amini Chaniago selaku anggota bidang konservasi, dan Suci Mayang Sari sebagai anggota bidang penegakan hukum dan peningkatan kapasitas. Sementara itu, Raja Juli sendiri menjabat sebagai penanggung jawab atau pengarah Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 tersebut.
Dalam Kepmen yang ditetapkan di Jakarta pada 31 Januari 2025 dan ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Supardi juga diatur besaran honor bagi para pengurus. Adapun penanggung jawab atau pengarah menerima honor sebesar Rp 50 juta per bulan, anggota bidang Rp 20 juta per bulan, sedangkan staf Rp 8 juta per bulan.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Daniel Johan turut menyoroti fenomena dugaan bagi-bagi jabatan di struktural FOLU Net Sink 2030. Sebagai bagian dari rencana kerja pemerintah, menurut Daniel, Raja Juli seharusnya mengutamakan transparansi dan kompetensi dalam menyusun tim. Apalagi gajinya yang fantastis di tengah Presiden Prabowo Subianto melaksanakan efisiensi anggaran.
“Apalagi di tengah Presiden melaksanakan efisiensi anggaran tentu informasi pengangkatan pejabat dengan gaji fantastis akan menjadi sorotan publik,” kata Daniel Johan kepada wartawan, Jumat, 7 Maret 2025.
Anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian, kehutanan dan kelautan itu juga menyebut penunjukan ini tidak salah jika disebut nepotisme. Terlebih, Raja Juli yang merupakan Sekretaris Jenderal atau Sekjen PSI membawa belasan kadernya dalam struktur tim. Lebih disesalkan lagi, jika sebelas kader PSI menjadi bagian Tim FOLU Net Sink 2030 hanya sebatas bagi-bagi anggaran.
“Jangan sampai FOLU Net Sink jadi ‘proyek basah’ alias jadi bancakan saja,” kata legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Tanggapan senada sebelumnya juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman. Pihaknya turut mempertanyakan mekanisme penunjukan struktur organisasi FOLU Net Sink 2030 tersebut. Menurut dia, seharusnya penunjukan personel menaati tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Ia khawatir masuknya belasan kader PSI berpotensi menyebabkan konflik kepentingan.
“Jangan kemudian terkesan kemudian ini menjadi suatu tempat buat kelompok tertentu ada di sana,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu saat dihubungi pada Kamis, 6 Maret 2025.
Sebagai informasi, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 adalah organisasi pemerintah yang dibentuk sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Paris 2015, yang mewajibkan negara-negara yang meratifikasinya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Perjanjian ini bertujuan membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius.
Melalui FOLU Net Sink 2030, Indonesia melakukan inisiatif strategis untuk menyeimbangkan atau melebihi tingkat penyerapan GRK dibandingkan emisi yang dihasilkan oleh sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada 2030. Kebijakan ini guna menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim.
“Diperkirakan, sektor FOLU akan menyumbang hampir 60 persen dari total target pengurangan emisi GRK yang ingin dicapai Indonesia melalui upaya mandiri (skenario CM1). Target yang ditetapkan untuk FOLU Net Sink 2030 adalah mencapai net sink atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2eq,” seperti dikutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Peluang cuan lewat perdagangan karbon
Salah satu implementasi dari kebijakan ini adalah perdagangan karbon internasional lewat Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), yang resmi diluncurkan pada 20 Januari 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Di pasar internasional, kredit karbon Indonesia ditawarkan seharga Rp 96.000 per ton di unit Indonesia Technology Based Solution (IDTBS) dan Rp 144.000 per ton di unit IDTBS Renewable Energi (IDTBS-RE).
Adapun perdagangan karbon adalah jual-beli sertifikat pengurangan emisi GRK atau karbon dioksida (CO2). Perdagangan ini bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dan dampak perubahan iklim. Prabowo pada September 2024 laku manargetkan perolehan sampai Rp1.000 triliun atau 65 miliar dolar AS pada 2028 dari penjualan kredit emisi karbon berbagai proyek seperti pelestarian hutan hujan.
“Targetnya adalah mencapai penjualan Rp1.000 triliun pada tahun 2028,” kata Ferry Latuhihin, salah satu penasihat Prabowo untuk kebijakan iklim, kepada Reuters, Jumat, 13 September 2024.
Disadur dari lk2fhui.law.ui.ac.id, terdapat beberapa kepentingan di dalam konsep perdagangan karbon. Beberapa pihak menganggap kredit karbon hanyalah bisnis yang pada dasarnya merupakan sertifikat izin untuk melakukan pencemaran lingkungan. Selain itu, kredit karbon yang merupakan hasil dari perdagangan karbon hanyalah suatu produk penipuan investasi baru, karena resiko perdagangan ini cukup tinggi dan sulit untuk dilakukan kontrol terhadapnya.
Berbagai pandangan mengenai konsep perdagangan karbon untuk menangani perubahan iklim menjadi kegaduhan bagi pihak yang terlibat langsung di dalamnya. Salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang dengan tegas menolak perdagangan karbon sebagai solusi atasi krisis iklim. Mereka bahkan menyebut perdagangan karbon dalam hal ini sebagai jalan yang sesat.
“Perrdagangan karbon hanyalah upaya mempertahankan rezim industri ekstraktif yang kenyataannya justru menjadi penyebab utama perubahan iklim. Finalisasi alam dan greenwashing pun dinilai akan menyebabkan masyarakat mengalami penggusuran dan hidup dalam keterancaman akibat konflik agraria,” kata WALHI.
Sejak pertama kali dibahas dalam Protokol Kyoto, pelaksanaan perdagangan karbon sejatinya telah mendapatkan berbagai kritik dari berbagai negara di dunia. Kritik-kritik ini berkaitan dengan pembagian kelompok negara maju sebagai pihak yang wajib menurunkan emisi dan negara berkembang sebagai pihak yang tidak wajib, menyebabkan munculnya perdebatan baru.
Negara-negara maju berpendapat perdagangan karbon dapat meningkatkan pendanaan atau investasi iklim di negara-negara di berkembang. Namun, ketidaksetaraan dan kesenjangan kapasitas antara negara-negara maju dan berkembang dalam mencapai keberlanjutan masih menjadi suatu kekhawatiran tersendiri. Hal tersebut tentu berdasar pada peristiwa yang terjadi di masa lalu, yakni kolonialisme dan eksploitasi sumber daya alam.
Potensi TPPU perdagangan karbon
Disarikan dari publikasi Potensi dan Risiko Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang di Perdagangan Karbon dalam AML/CFT JOURNAL PPATK, tindak pidana pencucian uang atau TPPU bakal mendapatkan momentumnya untuk dilembagakan sebagai rezim internasional buntut perdagangan karbon sebagai upaya menuju net sink 2030 tersebut.
Secara umum, TPPU mencakup tiga tahap. Pertama, tahap penempatan (placement) untuk menyusupkan uang hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan; Kedua, tahap layering untuk memindahkan uang hasil tindak pidana yang telah disusupkan ke dalam sistem keuangan untuk menyamarkannya; Ketiga, tahap integrasi (integration untuk menggunakan hasil tindak pidana ke sektor-sektor resmi.
Perdagangan karbon memiliki karakteristik yang sama dengan TPPU, yakni bersifat lintas batas negara, dapat dilakukan perorangan dan/atau badan (entitas) hukum. Sifat terbuka perdagangan karbon merupakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana untuk menggunakan uang hasil tindak pidananya. Sebab itu, TPPU dapat terjadi di dalam perdagangan karbon.
Adapun perkembangan perdagangan karbon di masa mendatang akan berpotensi terjadi TPPU karena beberapa alasan. Pertama, tindak pidana di perdagangan karbon yang diperhatikan oleh Interpol adalah pencurian carbon unit melalui sistem. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari keandalan keamanan sistem perdagangan, sistem penyimpanan dan atau pengelolaan data carbon unit dan administrasinya.
Potensi kedua terjadi TPPU dalam perdagangan karbon berkenaan dengan upaya penurunan emisi atau penyerapan emisi ataupun melalui penggunaan energi baru dan terbarukan yang ke semuanya dapat diberikan carbon credits yang diperdagangkan di Bursa Karbon. Berangkat dari fakta ini, tidak berlebihan jika upaya deteksi dini terhadap kemungkinan untuk menangkal TPPU dilakukan.
Ketiga, kemungkinan terjadinya TPPU melalui Bursa Karbon adalah berkenaan dengan carbon unit, baik yang berupa carbon rights atau izin mengeluarkan emisi maupun carbon credits yang diberikan karena upaya penyimpanan, penurunan atau penyerapan emisi GRK pada sektor kehutanan dan penggunaan energi baru terbarukan. Indonesia satu dari beberapa negara yang memasok carbon credits bagi Pasar Karbon.
Kemungkinan lain adalah melalui perdagangan sekunder atau perdagangan yang dilakukan di luar Bursa Karbon. Sebagai instrumen perdagangan, carbon unit memiliki karakteristik dapat dialihkan. Sepanjang sudah terdaftar di SRN-PPI, maka carbon unit merupakan unit yang sah diperjual belikan dan otoritas sudah mendaftarkannya.
Hanin Marwah, Han Revanda, dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kader PSI di FOLU Net Sink Auriga: Apakah Mereka Punya Rekam Jejak dalam Kebijakan Lingkungan