Logo Tempo

Catatan Mahfud MD, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo dalam Ramadan Lecture Masjid UGM 2025


TEMPO.CO, JakartaMasjid UGM mengadakan Ramadan Public Lecture dengan pembicara sejumlah akademisi hingga tokoh lainnya. Pada tahun ini, kegiatan rutin tahunan UGM tersebut mengundang para tokoh alumni UGM yang terlibat sebagai peserta dalam kontestasi Pilpres 2024, antara lain Mahfud MD, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. 

Mahfud MD hadir sebagai penceramah pada Sabtu, 1 Maret 2025. Kemudian, Anies Baswedan hadir di masjid untuk mengisi jadwal pada Senin, 3 Maret 2025. Terakhir, Ganjar mengisi ceramah pada Rabu, 5 Maret 2025.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat mengisi ceramah Ramadan di Masjid Kampus UGM Sabtu, 1 Maret 2025. Dok.istimewa

Mahfud MD

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfid Md mengangkat tema terkait dengan ketimpangan hukum dalam perspektif kelas dengan fokus pada analisis politik hukum terhadap penegakan hukum bagi masyarakat miskin. Dalam ceramahnya tersebut, Mahfud mengangkat kisah mengenai perjalanan Nabi Muhammad hingga bercerita soal pembentukan NKRI. 

Dalam sesi tanya jawab, Mahfud mendapatkan banyak pertanyaan dari kalangan mahasiswa UGM soal berbagai polemik politik yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, terutama kasus-kasus hukum yang menghebohkan masyarakat Tanah Air, mulai dari geger korupsi di Pertamina, pembentukan Danantara, kasus pagar laut di Tangerang, dan sejumlah kebijakan Prabowo Subianto selaku presiden baru di awal kepemimpinannya.

Selain menuturkan berbagai materi ceramah, Mahfud juga memberikan pernyataan untuk soal hubungan antara ceramah masjid dan isu politik.

“Saya itu sebenarnya kalau ke masjid ceramah, tak ingin menyinggung politik,” kata Mahfud. Lantas, Mahfud menambahkan, “Karena kalau saya bicara politik nanti ada yang ngomong ‘Dasar kau orang kalah Pilpres’, ‘Oh, itu suara kelompok (peraih suara) 16 persen’.”

Anies Baswedan

Dalam Ramadhan Public Lecture tersebut, Anies Baswedan mengangkat topik pentingnya infrastruktur pendidikan yang dapat menumbuhkan pikiran dan menjadi tempat tumbuhnya mimpi-mimpi untuk berkembang nantinya. 

Menurut Anies, aspek dari infrastruktur yang utama tidak terkait dengan sarana fisik, namun soal bagaimana fasilitas tersebut mampu membuat imajinasi berkembang, keberanian tumbuh, dan ketekunan meningkat.

“Ketika kita bicara infrastruktur pendidikan, jangan hanya membahas infrastruktur keras, tetapi juga infrastruktur lunak yang tak kalah penting,” katanya.

Selain itu, Anies juga mengangkat konteks terkait dengan keterbelakangan kondisi infrastruktur pendidikan di daerah 3T.

“Apalagi, jika melihat kondisi pendidikan di seluruh Indonesia, seperti di Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya, infrastruktur pendidikan relatif baik. Namun, ketika masuk ke daerah pedalaman, pegunungan, hingga kepulauan, kita masih menyaksikan minimnya infrastruktur pendidikan,” ujar eks Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Dengan hadir dalam discussion board di kampus tempatnya belajar tersebut, Anies merasa salut. Anies juga memuji sejumlah pertanyaan pada jamaah yang hadir mendengarkannya berbincang soal pendidikan.

“Mereka menanyakan hal-hal yang menyangkut bangsa ini, saya jadi optimistis, sebenarnya Indonesia tak kekurangan stok orang-orang cerdas di masa mendatang,” katanya. “Hari ini saya menyaksikan wajah Indonesia ke depan yang lebih baik.”

Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat mengisi ceramah Ramadan di Masjid UGM Yogyakarta Rabu 5 Maret 2025. Pace/Pribadi Wicaksono.

Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo membawa tema terkait dengan langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam rangka mendorong pemerataan ekonomi. Menurut Ganjar, pemerintah daerah tidak harus memiliki visi yang sama dengan pusat. Setiap kepala daerah menjadi sosok yang lebih mengenal kondisi daerahnya sendiri, bahkan memiliki cara khusus untuk membangun daerah berdasarkan potensi yang dimiliki.

Dalam kesempatan yang sama, Ganjar menjelaskan hubungan pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang diatur dalam perundang-undangan. Menurutnya, jika masih berpikir sentralistik, maka pemerintah pusat akan dianggap paling berkuasa. 

“Dalam sistem presidensial mungkin akan seperti itu,” katanya. Ganjar lalu melanjutkan, “Tapi hari ini ada undang-undang dasar yang mengamanatkan tentang otonomi daerah.”

Kemudian, Ganjar juga menyoroti relasi antara pajak rakyat dan pemerintah pusat. Hasil pajak yang dikumpulkan oleh rakyat untuk pusat dikembalikan ke pemerintah daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) hingga dana alokasi khusus (DAK).

“Maka tidak bisa misalnya ketika pemerintah pusat tidak suka pada suatu daerah, lalu tidak memberikan bantuan (anggaran) ke pemerintah daerah, itu tidak boleh.”

Pribadi Wicaksono berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Ramadan Public Lecture di Masjid UGM: Anies Baswedan dan Mahfud Md Sampaikan Poin Ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *