Kisah Bung Hatta di Banda Neira, Dirikan Sekolah Sore hingga Cat Perahu Merah Putih
TEMPO.CO, Jakarta – Pada 45 tahun lalu, Indonesia kehilangan sosok penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa. Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta atau Bung Hatta meninggal di usia 77 tahun.
Sebagai salah satu kaum intelegensia yang dimiliki Indonesia di zaman penjajahan, Bung Hatta memiliki banyak sumbangsih, salah satunya adalah menggagas konsep koperasi berbasis ekonomi kerakyatan di Indonesia. Selama masa hidupnya, Bung Hatta sudah menghasilkan 800 karya tulisan penting.
Meskipun begitu, tak lengkap rasanya jika tidak mengaitkan Bung Hatta dengan Banda Neira, sekumpulan pulau seluas 55,3 kilometer persegi yang terletak di tengah gugusan pulau-pulau lain di Provinsi Maluku. Pulau tersebut menjadi saksi bisu catatan sejarah Indonesia melalui Bung Hatta.
Dilansir dari Antara, kisah Bung Hatta di Tanah Banda dimulai pada 11 Februari 1936. Bung Hatta bersama Sutan Sjahrir tiba di Pulau Banda Neira, diasingkan sebagai tahanan politik oleh kolonial Belanda. Pada masa itu alasan Belanda sengaja mengasingkan dua tokoh bangsa di pulau eksotis itu untuk melunakkan sikap keduanya agar bisa merapat kepada barisan pemerintahan VOC.
Awal kedatangan mereka berdua, mereka menempati rumah milik Iwa Koesoemasoemantri yang berada di belakang kantor pemerintahan VOC atau yang dikenal dengan istana mini di Banda Naira. Menempati rumah itu selama sepekan, Hatta dan Sjahrir terus memikirkan tentang perlawanan politik dengan VOC untuk memerdekakan Indonesia.
Merasa tak nyaman tinggal dekat dengan kantor kolonial VOC, mereka memutuskan untuk pindah ke rumah kosong dari seorang tuan tanah dengan harga sewa seharga F12,50 setara Rp70.000 sebulan.
Bung Hatta dan Sjahrir sempat tinggal beberapa bulan di satu rumah yang sama, hingga akhirnya Sjahrir memutuskan untuk pisah dan tinggal di rumah yang tidak jauh dari rumah pengasingan Bung Hatta yang sekarang dikenal sebagai Rumah Pengasingan Bung Sjahrir.
Di pengasingan, Hatta mengsi waktunya dengan berkebun dan menulis di koran “Sin Tit Po” yang dipimpin oleh Liem Koen Hian, dengan honorarium F75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional yang dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium F50 sebulan in line with satu atau dua tulisan.
Berada satu kompleks dengan rumah pengasingan Bung Hatta, tepat enam meter di belakang rumah tersebut, Bung Hatta mendirikan sekolah untuk anak-anak Banda Neira. Hal ini menjadi bukti komitmen kuat Bung Hatta dalam mencerdaskan anak bangsa, bahkan saat ia menjadi tahanan politik di timur Indonesia.
Tujuh pasang bangku dan meja sekolah yang usianya lebih tua dari Indonesia menjadi saksi bisu perjuangan Bung Hatta dalam mendidik anak-anak di Banda Neira. Dalam sekolah sore ini Bung Hatta dan Bung Sjahrir mengajari anak-anak Banda pelajaran aritmatika hingga Bahasa Inggris. Syahrir mengajar anak-anak kecil, sedangkan Hatta mengajar anak yang lebih besar.
Bahkan, Bung Hatta turun langsung bersama anak-anak Banda mengecat sejumlah perahu-perahu nelayan di Banda Neira dengan warna merah dan putih untuk menanamkan nilai nasionalisme kepada anak-anak Banda Neira, kala itu.
Masyarakat setempat menceritakan bahwa pada suatu hari, Bung Hatta pernah kedapatan mengecat perahu dengan warna merah-putih tanpa warna biru satu titikpun oleh seorang Belanda yang merupakan pejabat di daerah itu. Namun, Bung Hatta berdalih dengan mengatakan “Tuan kan tahu sendiri, laut sudah berwarna biru”. Pernyataan diplomatis Bung Hatta tersebut hingga kini menjadi cerita yang melegenda di pulau itu.
Perjalanan dan perjuangan Bung Hatta di Banda Neira berakhir saat pesawat amfibi Catalina menjemputnya dan Bung Sjahrir pada 1942. Ketika proses pengangkutan, ternyata pesawat kelebihan beban, terpaksa akhirnya Bung Hatta merelakan dua peti buku ditinggal dan dititipkan kepada Des Alwi di Banda Neira. Enam tahun berada di sana, warga setempat sudah menganggap Bung Hatta sebagai anak Banda Neira.
Valmai Alzena Karla berkontribusi dalam penulisan artikel ini.