Logo Tempo

UU TNI Disahkan, Kejagung Bisa Proses Prajurit di 14 Jabatan Sipil yang Terjerat Pidana


DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI dalam rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025. Salah satu perubahan dalam UU TNI adalah ditambahkannya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam Pasal 47 yang mengatur soal pos jabatan sipil di kementerian atau lembaga yang dapat diduduki tentara aktif.

Dengan masuknya Kejagung ke dalam Pasal 47 UU TNI, Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menekankan, apabila prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di 14 kementerian atau lembaga tersebut terjerat kasus pidana, maka dapat diproses di Kejagung.

Alasannya, kata Dave, di dalam UU TNI juga terdapat penugasan personel TNI di Kejagung, yaitu Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil). “Jadi, bila ada personel TNI yang terlibat dalam pidana, itu bisa diproses melalui Kejaksaan Agung sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku,” kata Dave di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian atau lembaga sebagaimana diatur dalam UU TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasannya. “Observation dari panglima (Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto) bahwa mereka yang di luar dari kementerian sipil itu wajib mengundurkan diri makanya kami serahkan ke panglima untuk melaksanakan arahannya,” tuturnya.

Karena itu, dia menyerahkan kepada pemerintah dan Mabes TNI melaksanakan ketentuan tersebut bila didapati masih ada prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian atau lembaga saat ini.

Dia menyebutkan penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil di 14 kementerian atau lembaga tersebut akan tetap memperhatikan kecakapan dan kompetensinya pada bidang yang diampu. “Kan ada prosesnya, kan ada Wanjakti-nya (Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi), terus juga dilihat kapasitas, kapabilitas, dari seorang individu tersebut sehingga tidak asal pilih, akan tetapi disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuannya,” katanya.

Perluasan Pos Jabatan Sipil untuk Prajurit TNI Aktif

Terdapat sejumlah perubahan dalam revisi UU TNI, di antaranya mengenai kedudukan koordinasi TNI, penambahan bidang soal operasi militer selain perang (OMSP), penambahan jabatan sipil yang bisa diisi TNI aktif, dan perpanjangan masa dinas keprajuritan atau batas usia pensiun.

Pada perubahan Pasal 47 undang-undang tersebut, jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 14 kementerian atau lembaga. Selain ketentuan 14 bidang jabatan sipil itu, TNI aktif harus mundur atau pensiun dari dinas keprajuritan.

Salah satunya adalah pos jabatan di Kejaksaan Agung. Menurut , Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, nantinya prajurit aktif dapat mengisi pos Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer atau Jampidmil. “Sesuai dengan ketentuan di undang-undang institusinya,” ujarnya dalam konferensi pers di kompleks parlemen, Senin, 17 Maret 2025.

Ke-14 jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI dalam Pasal 47 UU TNI adalah:

1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan

2. Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional

3. Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden

4. Badan Intelijen Negara

5. Badan Siber dan/atau Sandi Negara

6. Lembaga Ketahanan Nasional

7. Badan Seek And Rescue (SAR) Nasional

8. Badan Narkotika Nasional

9. Mahkamah Agung

10. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

11. Badan Penanggulangan Bencana

12. Badan Penanggulangan Terorisme

13. Badan Keamanan Laut

14. Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).

Masyarakat Sipil Nilai Hasil Revisi UU TNI Mereduksi Supremasi Sipil

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik hasil revisi UU TNI. Anggota koalisi masyarakat sipil Ardi Manto Adiputra mengatakan hasil revisi UU TNI menunjukkan jika DPR dan pemerintah cenderung memberikan fleksibilitas pada militer. “Ini adalah perubahan paradigma yang berupaya mereduksi supremasi sipil,” kata Ardi dalam telekonferensi pada Rabu, 19 Maret 2025.

Perubahan paradigma yang dimaksud Ardi terjadi pada perubahan besar-besaran sejumlah pasal dalam UU TNI. Misalnya, Pasal 47 yang mengatur jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. 

Menurut dia, tujuan Undang-Undang TNI dibuat untuk melimitasi peran prajurit aktif di jabatan sipil. Sehingga dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI sebelum revisi mengatur bahwa prajurit aktif yang akan menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu dari dinas kemiliteran. Lalu Pasal 47 ayat (2) UU TNI sebelum revisi memberi pengecualian terhadap 10 lembaga sipil yang dapat diduduki oleh prajurit.

Namun DPR dan pemerintah merevisi ketentuan tersebut. Aturan awal dalam Pasal 47 ayat (1) dihapus. Lalu jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit dijadikan ayat (1). DPR dan pemerintah juga memperluas lembaga sipil bagi prajurit TNI, dari 10 menjadi 14 kementerian atau lembaga.

Ardi khawatir perluasan jabatan sipil tersebut akan mengembalikan peran militer semakin meluas dan mereduksi supresmasi sipil dan demokrasi. “Ini yang kami katakan sebagai kembalinya dwifungsi militer,” kata Direktur Imparsial ini.

Adapun Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional Gina Sabrina menilai revisi UU TNI mengubah keputusan politik negara menjadi keputusan pemerintah. “Ini adalah upaya menghapus kontrol sipil yang objektif dan demokratis,” ujarnya.

Hammam Izzuddin, Andi Adam Faturahman, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Sekolah Rakyat Dibangun Baru, Tidak Tempati Bekas Pesantren

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *