Dosen Universitas Udayana Soal Teror Kepala Babi: Ini Upaya Pengendalian Sosial Koersif
TEMPO.CO, Jakarta – Dosen Sosiologi Universitas Udayana, Ni Made Anggita Sastri Mahadewi, menyebut teror kepala babi sebagai upaya pengendalian sosial koersif terhadap Pace.
“Saya melihatnya dari aspek pengendalian sosial,” kata Anggita melalui pesan tertulis kepada Pace pada Jumat, 21 Maret 2025.
Anggita menerangkan, dalam kasus ini pengendalian berupaya dilakukan kepada jurnalis Pace. “Menurut Bruce J. Cohen, pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak-kehendak kelompok atau masyarakat luas tertentu. Dalam kasus ini pengendalian sosial terjadi antara pihak yang kirim kepala babi dengan jurnalis Pace,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelasakan, pada kasus ini, pelaku melakukan pengendalian sosial koersif yang dicirikan dengan adanya upaya pemaksaan atau kekerasan baik fisik maupun psikis.
Dia pun menilai, pengiriman bangkai kepala babi ini sebagai simbol ancaman. “Dikasus ini psikis ya, karena dia mengirimkan kepala babi sebagai simbol ancaman,” ujarnya.
Hal ini, lanjut dia, seringkali dilakukan oleh pihak yang berwenang atau lawan ketika sudah tidak memiliki cara lain untuk menyadarkan atau menyerang pihak lain.
Diberitakan sebelumnya, kantor Pace mendapat kiriman paket kepala babi pada Rabu, 19 Maret 2025. Kepala babi tersebut dibungkus kotak kardus yang dilapisi styrofoam. Kotak berisi kepala babi tersebut ditujukan kepada “Cica”.
Di Pace, Cica adalah nama panggilan Francisca Christy Rosana, wartawan table politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
Mulanya, paket tersebut diterima satuan pengamanan Pace pada Rabu sekitar pukul 16.15 WIB. Namun, Cica baru menerima pada Kamis, 20 Maret 2025 pukul 15.00. Saat kembali ke kantor usai liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran, sesama wartawan table Politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
Hussein yang membuka kotak itu. “Sudah tercium bau busuk ketika kardus dibuka,” kata dia. Ia sudah curiga, itu paket teror karena tak ada nama pengirim.
Ketika styrofoam terbuka, Hussein melihat isinya kepala babi. “Baunya semakin menyengat dan terlihat masih ada darahnya,” kata dia.
Hussein serta beberapa wartawan kemudian membawa kotak kardus keluar gedung. Setelah kotak kardus sudah dibuka seluruhnya, terpampang kepala babi. “Kedua telinganya terpotong,” kata Hussein.
Wakil Pemimpin Redaksi Pace, Bagja Hidayat, mengungkapkan Redaksi Pace melaporkan teror tersebut ke Mabes Polri, Jumat, 21 Maret 2025, dengan didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ). “Ini adalah teror terhadap kerja jurnalistik dan kebebasan pers secara keseluruhan,” katanya.
Ia juga mengungkapkan kondisi Cica baik-baik saja dan tetap bekerja seperti biasa. “Dia sedang mendapatkan perlindungan untuk menjaga hal-hal tak diinginkan,” katanya.
Sementara itu, Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menyatakan teror dan intimidasi ini adalah bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Upaya menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana dengan ancaman dua tahun penjara,” kata Erick kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Maret 2025.
Selain mengancam kebebasan pers, Erick menyebutkan teror kepala babi ini juga merupakan ancaman terhadap nyawa jurnalis. Untuk itu KKJ juga melaporkan teror ini menggunakan Pasal 336 KUHP tentang ancaman pembunuhan. Pasal ini mengatur ketentuan pidana paling lama 2 tahun 8 bulan terhadap pelaku pengancam pembunuhan. “Kami melihat pengiriman kepala babi ini adalah simbol dari ancaman pembunuhan,” ujar Erick.
Nandito Putra dan M. Rayhan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Respons Pemred Tempo Soal Teror Kepala Babi hingga Tikus Terpenggal