Pelaku Penembakan di Area Sabung Ayam di Lampung Diadili di Peradilan Umum atau Peradilan Militer
INSIDEN terjadi di Negara Batin, Way Kanan, Lampung, ketika tiga anggota kepolisian tewas saat menggerebek arena sabung ayam. Pelaku penembakan diduga adalah oknum anggota TNI aktif. Pangdam II/Sriwijaya Mayor Jenderal Ujang Drawis, mengungkapkan bahwa dua prajurit TNI AD yang diduga terlibat dalam insiden penembakan masih berstatus sebagai saksi.
Kedua anggota, yakni Peltu Lubis dan Kopka Basarsyah, telah ditahan sejak Senin, 17 Maret 2025, namun status hukum mereka hingga kini belum mengalami perubahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, dua orang oknum (prajurit TNI AD) itu statusnya sekarang masih sebagai saksi ya,” kata Ujang.
Menanggapi kejadian ini, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menghubungkan kasus ini dengan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), yang saat ini telah resmi disahkan menjadi undang-undang.
Menurut Usman, revisi terhadap aturan itu lebih penting ketimbang UU TNI saat ini yang akan mengembalikan dwifungsi mereka. “Dan memperparah militerisasi ruang-ruang sipil maupun jabatan sipil di Indonesia,” ujarnya.
Usman turut menegaskan kasus pembunuhan di luar hukum oleh aparat disebabkan oleh adanya impunitas dalam institusi TNI dan kepolisian. Ia mendesak pemerintah serta legislator untuk segera melakukan reformasi dalam sistem peradilan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Ia juga menekankan bahwa pelaku yang melanggar hukum seharusnya diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer yang dinilai kurang transparan dan bersifat tertutup.
Lantas, apa itu perbedaan peradilan militer dan peradilan umum?
Peradilan Militer adalah sistem peradilan khusus yang ditujukan bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagai bagian dari pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, peradilan ini mencakup beberapa tingkatan, yaitu Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Pengadilan dalam sistem peradilan militer merupakan lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata, dengan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi.
Peradilan Militer diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang mencakup ketentuan umum, struktur pengadilan, kewenangan oditurat, prosedur hukum pidana militer, hukum acara tata usaha militer, serta berbagai ketentuan lainnya.
Kewenangan Peradilan Militer
Peradilan Militer memiliki sejumlah kewenangan, antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan, mengadili, serta memutus perkara terkait tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Mengadili kasus tindak pidana yang dilakukan oleh individu yang, pada saat melakukan kejahatan, termasuk dalam kategori berikut:
– Prajurit TNI.
– Pejabat yang berdasarkan undang-undang disamakan dengan prajurit.
– Anggota golongan, jabatan, atau badan yang dianggap sebagai prajurit menurut ketentuan hukum.
– Orang yang tidak termasuk dalam kategori di atas tetapi, berdasarkan keputusan Panglima TNI dengan persetujuan Menteri Kehakiman, harus diadili dalam lingkungan peradilan militer.
3. Menangani, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa di bidang Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
4. Menyertakan gugatan ganti rugi dalam perkara pidana terkait, apabila diminta oleh pihak yang dirugikan akibat tindak pidana yang didakwakan, serta memutuskan kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Di lingkungan Peradilan Militer sendiri, terdapat empat jenis pengadilan, yaitu Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Peradilan umum merupakan sistem peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi masyarakat dalam mencari keadilan. Jika seseorang dari kalangan sipil melakukan pelanggaran atau tindak pidana, maka ia dapat dikenakan sanksi serta diadili dalam peradilan umum sesuai dengan aturan yang berlaku. Sistem peradilan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009.
Kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, serta Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi di Indonesia.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 menegaskan bahwa peradilan umum merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi seluruh masyarakat yang mencari keadilan.
Dalam struktur peradilan umum, Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan memiliki yurisdiksi yang mencakup wilayah kabupaten atau kota tersebut.
Alfitria Nefi P dan Delfi Ana Harahap turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.