Logo Tempo

Kapuspen Klaim Sudah Libatkan Masyarakat dalam Pembahasan UU TNI


TEMPO.CO, Jakarta Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan sudah melibatkan elemen masyarakat dalam revisi UU TNI yang saat ini telah disahkan oleh DPR. “Kami melibatkan akademisi dan perwakilan masyarakat tentang adanya rencana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004,” kata dia dalam diskusi lewat Zoom, Selasa, 25 Maret 2025.

Kristomei membantah narasi yang mengatakan beleid tersebut dikerjakan secara kilat. Dalam penjelasannya, jenderal bintang satu ini mengatakan bahwa revisi UU TNI sudah dibahas sejak 2010.  

“Bisa terlihat bahwa di sini pembahasan RUU TNI itu dimulai pada 2010. Kemudian masuk dalam Prolegnas tahun 2015 sampai 2019,” kata dia.  

Karena tidak disahkan menjadi Undang-Undang, regulasi ini kembali dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk periode 2020-2024. Saat itu, revisi UU TNI berada di urutan ke-127, namun tidak sempat dibahas hingga masa jabatan DPR berakhir.  

“Artinya, rencana Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 ini sudah memenuhi tahapan-tahapan,” ujar dia.  

Ia juga menegaskan bahwa revisi ini tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil. Penyusunannya telah mencakup Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan disusun sesuai dengan prinsip demokrasi serta hukum yang berlaku.  

“Kami pastikan di sini bahwa siapa pun bisa meneliti atau memeriksa kembali isi revisi ini. Silakan cek pasal-pasal mana yang menjadi perdebatan,” tuturnya.  

Sebelumnya, Komnas HAM mengatakan bahwa penyusunan revisi Undang-Undang TNI atau revisi UU TNI tidak diawali dengan evaluasi komprehensif terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.  

“Absennya evaluasi menyeluruh atas implementasi Undang-Undang TNI yang berlaku saat ini menghambat identifikasi kebutuhan perubahan yang benar-benar mendesak dan relevan,” kata Haris saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.  

Selain itu, Haris mengungkapkan revisi ini disusun dengan keterbatasan ruang partisipasi masyarakat sipil. Kurangnya transparansi, kata dia, bertentangan dengan prinsip pembentukan perundang-undangan yang demokratis dan berbasis HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  

“Tanpa evaluasi menyeluruh dan keterlibatan publik yang bermakna, perubahan ini berisiko mengembalikan praktik yang bertentangan dengan asas pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan rule of legislation,” katanya.  

Proses singkat 

Rencana pembahasan RUU TNI telah bergulir sejak DPR periode 2019-2024 namun gagal masuk pembahasan. Pada awal 2025, DPR kembali memasukkan RUU TNI ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Keputusan tersebut disampaikan dalam rapat paripurna pada Selasa 18 Februari 2025.

Tak berselang lama, Pemerintah pun merespons dengan mengirimkan Surat Presiden (Surpres) terkait penunjukan perwakilan dalam pembahasan RUU ini.

Pada  awal Maret 2025, Komisi I DPR melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) salah satunya dari Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 10 Maret 2025 untuk menampung masukan. Berselang tiga hari, DPR menggelar rapat dengan perwakilan pemerintah, Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjafruddin.

Sehari kemudian, Komisi I DPR mengundang Panglima TNI Agus Subiyanto, bersama Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara, dalam rapat untuk memberikan pandangan.

Pada 14-15 Maret, DPR menggelar rapat tertutup di Lodge Fairmont. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merangsek ke dalam rapat dan menyuarakan protes mereka terhadap rapat yang digelar tertutup. Pada 18 Maret, DPR telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I untuk dibawa ke paripurna.

Pada 20 Maret, Ketua DPR Puan Maharani akhirnya mengetuk palu pengesahan RUU TNI dalam sidang paripurna. “Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” kata Puan dalam sidang paripurna.  

Anggota dewan yang hadir pun berteriak, “Setuju,” diiringi ketukan palu Puan.  

Hammam Izzuddin dan Eka Yudha berkontribusi dalam tulisan ini.

Pilihan Editor: Usman Hamid Sebut Kekerasan Aparat terhadap Pedemo Tolak UU TNI Langgar HAM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *