Logo

Putri Gus Dur dan Koalisi Masyarakat Sipil Gugat UU TNI ke MK


TEMPO.CO, Jakarta – Putri mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inayah Wulandari Wahid atau Inayah Wahid, menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 7 Mei 2025.

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengatakan Inayah merupakan satu dari dua pemohon gugatan UU TNI yang disahkan pada 20 Maret 2025 lalu itu. Dua pemohon lain, yaitu mantan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti dan mahasiswa bernama Eva.

Ketiganya menjadi pemohon dan mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dariYayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Kontras, dan Imparsial. “Kami mewakili tiga pemohon mengajukan permohonan uji formil UU Nomor 3 tahun 2025 tentang TNI,” kata anggota koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Mei 2025.

Hussein mengatakan UU TNI menghidupkan dwifungsi militer terutama di pasal 7 mengenai penambahan operasi militer selain perang. Dalam pasal itu, TNI diberi kewenangan tambahan untuk membantu menanggulangi ancaman pertahanan siber dan membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Koalisi, kata Hussein, sebetulnya tidak masalah TNI masuk ranah sipil. Namun, pelibatan TNI dalam ruang sipil harus diatur dengan baik. “Kalau tidak dwifungsi bisa kembali bangkit,” kata dia.

Di kesempatan sama, Kuasa hukum koalisi sipil, Viola Reininda, mengatakan revisi UU TNI melanggar janji politik dan hukum dari reformasi yaitu menghapus dwifungsi militer. Padahal reformasi mengamanatkan militer tidak ikut campur dalam politik. “Sehingga, militer bisa lebih profesional,” kata dia.

Program Manager Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia atau PSHK ini juga mengatakan, pembahasan revisi UU TNI melanggar prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan dengan baik. Dalam proses pembahasannya, surat presiden membahas revisi UU TNI keluar lebih dahulu sebelum didaftarkan dalam Prolegnas 2025.

Selain itu, pembahasan revisi UU TNI tidak melibatkan masyarakat secara bermakna. Masyarakat tidak dilibatkan memberikan masukan. Bahkan, pembahasan dilakukan secara tertutup. “Rapat justru dilakukan dalam hotel,” kata dia.

Koalisi masyarakat sipil juga menyoroti pemerintah yang tidak mempublikasikan dokumen final UU TNI secara transparan. Sampai saat ini, koalisi mengaku tidak mendapatkan dokumen resmi yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.

Padahal, ketetapan waktu dibutuhkan mengingat batas pengajuan permohonan ke MK hanya 45 hari setelah UU disahkan atau ditandatangani presiden. “Tapi dalam website dan kanal pemerintah tidak ada draf finalnya,” kata dia. “Seolah tidak dipublikasikan untuk masyarakat.” 

Pemohon gugatan, Fatia Maulidiyanti, mengatakan UU TNI melanggar tuntutan reformasi untuk menghapus dwifungsi. Dia khawatir bila TNI masuk sipil akan berbahaya bagi situasi sipil. Dia mencontohkan pelibatan militer dalam proyek strategis Nnsional dan konflik Papua.

Dia khawatir keterlibatan militer membuat banyak terjadi pelanggaran. “Kami takut bila terus dilaksanakan, situasi akan semakin buruk,” kata dia.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana mengatakan koalisi masyarakat sipil melampirkan 98 bukti awal dalam permohanannya. Dalam petitumnya, koalisi meminta adanya putusan sela dan putusan akhir.

Di putusan sela, koalisi meminta hakim MK untuk memerintahkan penundaan UU TNI sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, koalisi juga meminta hakim MK memerintahkan presiden tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru dari UU TNI baik seperti dalam bentuk peraturan pemerintah.

Koalisi juga meminta hakim MK memerintahkan presiden, kementerian, dan lembaga tidak mengeluarkan kebijakan atau tindakan strategis yang berkaitan denga pelaksanaan UU TNI. Mereka dilarang membuat keputusan sampai ada putusan akhir MK.

“Dengan catatan tidak terjadi pelanggaran konstitusi, yang berdampak kepada pelanggaran HAM,” kata Arif.

Pada putusan akhir, koalisi meminta hakim untuk menyatakan UU TNI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga, UU TNI sebelumnya kembali berlaku. 

Tempo sudah meminta tanggapan mengenai hal ini kepada Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengenai hal ini. Namun, dia belum membalas pesan Tempo

DPR telah mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025. Ada tiga pasal, berdasarkan penjelasan DPR, yang masuk dalam revisi UU TNI, yaitu Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. Ketiga pasal itu mengatur tentang kedudukan TNI, perluasan pos jabatan sipil yang bisa diduduki tentara aktif, dan perpanjangan masa usia pensiun prajurit.

Pengesahan revisi UU TNI menjadi undang-undang itu dilakukan DPR di tengah gelombang penolakan masyarakat sipil. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menganggap proses pembahasan revisi UU TNI terburu-buru dan minim keterlibatan partisipasi publik. Mereka juga khawatir bila tentara dapat menduduki jabatan sipil, sehingga meminta agar TNI tetap di barak.

Menteri Pertahanan atau Menhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan bahwa tidak ada lagi dwifungsi militer yang berlaku di Indonesia, meski revisi UU TNI sudah disahkan menjadi undang-undang. Menurut dia, konsep fungsi ganda militer itu sudah tinggal sejarah.

“Jangankan jasad, arwahnya pun sudah tidak ada,” kata Sjafrie ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.

Novali Panji Nugroho berkonstribusi dalam tulisan ini

Pilihan editor: TNI Ancam Pecat dan Pidanakan Prajurit yang Terlibat Judi Online

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *