Logo

MK Gelar Sidang Uji Formil UU TNI yang Diajukan Mahasiswa UI Hari Ini


TEMPO.CO, JakartaMahkamah Konstitusi atau MK bakal menyelenggarakan sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan terkait gugatan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI atau UU TNI. Berdasarkan jadwal persidangan di situs mkri.identity, gugatan yang diajukan tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini digelar pada hari ini, Jumat, 9 Mei 2025.

“Pukul 09.00 WIB,” seperti dilihat Pace dalam jadwal persidangan di situs mkri.identity.

Pemeriksaan pendahuluan merupakan sidang pertama Mahkamah dalam rangka memeriksa kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada pemohon, terkait permohonan yang diajukan. Nantinya, sidang akan diikuti oleh panel hakim yang terdiri paling sedikit tiga hakim konstitusi. Gugatan ini teregister dengan nomor perkara 45/PUU-XXIII/2025.

Adapun, kuasa hukum pemohon Abu Rizal Biladina mengatakan, gugatan uji formil UU TNI dilayangkan lantaran proses pembentukkannya yang dinilai inskonstitusional. “Proses pembentukkannya sangat janggal dan tergesa-gesa,” kata Rizal saat ditemui Pace di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat, 21 Maret 2025.

Kejanggalan itu, kata dia, dapat dilihat pada bagaimana DPR mengabaikan tata cara pembentukkan dan penyusunan aturan perundang-undangan.

Menurut dia, dalam proses pembentukkan aturan perundang-undangan telah diamanatkan oleh Undang-Undang tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan atau P3 untuk mematuhi azas-azas yang berlaku.

Azas tersebut, Rizal mengatakan, adalah azas keterbukaan yang dalam hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh DPR dalam pembahasan revisi UU TNI, Maret lalu. “DPR tidak memberikan atau mempublikasikan naskah akademis sebelum UU ini disahkan, sehingga jelas ini adalah bentuk pelanggaran,” ujar dia.

Pada rapat paripurna ke-15 masa persidangan II Tahun 2024-2025, meski di tengah bergejolaknya gelombang penolakan masyarajat, DPR mengesahkan revisi UU TNI menjadi Undang-Undang.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pembahasan revisi UU TNI hanya berfokus pada tiga substansi, yaitu mengenai ketentuan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di Pasal 7; penempatan prajurit aktif di jabatan sipil pada Pasal 47; serta batas usia pensiun di Pasal 53.

Pada Pasal 7, kata Puan, terdapat penambahan tugas pokok dari semula 14 menjadi 16. Dua tambahan tugas itu meliputi perbantuan penanggulangan ancaman siber dan penyelamatan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.

Sedangkan Pasal 47, ia melanjutkan, juga dilakukan penambahan pos jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif, dalam UU TNI lama, prajurit aktif hanya diperbolehkan menempati jabatan sipil di 10 kementerian atau lembaga.

Namun, dalam revisi UU TNI, DPR menyetujui usul pemerintah untuk menambahkan 4 pos jabatan baru. “Berdasarkan permintaan dan kebutuhan pimpinan kementerian dan lembaga,” kata Puan dalam rapat paripurna.

Kemudian, Pasal 53. Pasal ini mengatur batas usia pensiun prajurit dari semula untuk golongan tantama dan bintara maksimal 53 tahun, serta perwira maksimal 58 tahun, diubah menjadi maksimal 55 tahun untuk tantama dan bintara, dan 62 tahun untuk perwira tinggi bintang 3.

“Kami bersama pemerintah menegaskan perubahan UU TNI tetap berlandaskan nilai demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, dan ketentuan hukum nasional,” ujar politikus PDIP itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *