Sosok Paus Leo XIV di Mata Uskup Timika
TEMPO.CO, Jakarta – Gereja Katolik memiliki paus baru. Kardinal Robert Francis Prevost terpilih menjadi pemimpin tertinggi umat Katolik dunia dan paus ke-267. Kardinal Prevost memilih nama kepausan Paus Leo XIV dan menggantikan Paus Fransiskus yang wafat pada 21 April 2025 lalu.
Pilihan editor: Cara Kerja Biometrik Mata Worldcoin untuk Dompet Digital
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kardinal asal Amerika Serikat itu dipilih melalui proses konklaf yang berlangsung sejak 7 Mei 2025. Ia merupakan paus pertama dari Ordo Santo Agustinus atau OSA. Paus Leo XIV bahkan pernah menjabat sebagai Prior Jenderal OSA pada 2001-2013.
Uskup Timika Bernardus Bofitwos Baru berpendapat Paus Leo memiliki kemiripan dengan mendiang Paus Fransiskus. Bagi Bernardus yang telah beberapa kali bertemu langsung, Paus Leo XIV merupakan sosok yang gemar mendengarkan.
Bernardus menyebut Paus Leo merupakan figur yang terbuka dan mudah membangun komunikasi dengan siapa pun. Namun, Paus lebih banyak mendengarkan. “Mendengarkan orang dulu. Kami berbicara, dia mendengarkan, setelah itu baru dia mulai bicara,” kata Bernardus kepada Tempo pada Jumat, 9 Mei 2025.
Paus Leo, Bernardus menilai, memegang nilai-nilai gereja misioner. Ia meyakini bahwa di bawah kepemimpinan Paus Leo XIV, Gereja Katolik akan dititikberatkan pada prinsip-prinsip pelayanan, pengabdian, dan dialog.
Gereja, ia menjelaskan, harus memiliki semangat misioner dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, kemanusiaan, hingga ekologi. “Saya kira dia memang memegang nilai-nilai atau prinsip itu,” ujar Bernardus.
Menurut dia, Paus Leo mengedepankan dialog di semua level, baik di tingkat paroki, gereja, tingkat institusi, hingga negara. Ia percaya bahwa penekanan dialog antar level itu relevan untuk kondisi Indonesia. “Kalau Indonesia yang begitu beragam ini tidak mengedepankan dialog di semua level, itu susah, terlalu otoriter jadinya, terlalu menopoli yang lain,” tutur dia. “Mendengarkan dan dialog itu satu paket.”
Dialog ini, ia menjelaskan, perlu dilakukan untuk banyak hal. Salah satunya dialog kebijakan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang. Lalu juga dialog mengenai ideologi.
Saat dua pihak mengadakan dialog, ujar Bernardus, maka akan terlihat kebenaran dari dua sisi. “Jadi tidak mendominasi dan mengklaim kebenaran,” tutur dia. “Ini ada kebenaran juga di sana, kita juga punya kebenaran. Tidak bisa hitam-putih.”
Sikap mementingkan dialog ini, Bernardus menyampaikan, terlihat dalam kunjungan Paus Leo ke Papua pada 2003. Saat itu kedatangannya berkaitan dengan perayaan ulang tahun pelayanan OSA di Tanah Papua. Paus Leo XIV diketahui mengunjungi Keuskupan di Sorong hingga Jayapura.
“Tidak hanya di kota, karena dia ke pedalaman juga. Kami punya paroki-paroki yang ada di wilayah terpencil,” ujar Bernardus.
Bernardus mengatakan kunjungan tersebut dilakukan saat Robert Prevost masih menjabat sebagai Prior Jenderal OSA. Pada kunjungan lebih dari 20 tahun silam itu, Prevost mengunjungi anggota Agustinian untuk mendengarkan keluh kesah mereka.
Kala itu, kata Bernardus, Robert telah mendengar banyak soal kesulitan dan konflik di wilayah Papua. “Dia memahami itu dan pasti memberi dukungan kepada kami para Agustinian untuk terus bekerja untuk membantu masyarakat,” ujar Bernardus.
Perihal Papua, kata Bernardus, Paus Leo XIV juga memberikan perhatian secara khusus. Sebab, Bernardus mengatakan situasi Papua yang masih erat dengan konflik bersenjata, telah ia laporkan ke Paus Leo XIV. Bernardus berujar, ia beberapa kali melaporkan hal itu dalam pertemuan OSA sedunia.
Menurut dia, Paus Leo XIV memberikan dukungan moral kepada Keuskupan OSA Papua untuk bertahan di tengah situasi yang ada.
Ia meyakini Paus Leo XIV bisa menggunakan posisinya untuk memediasi dari konflik bersenjata antara pemerintah dan masyarakat sipil di Papua. “Masalah Papua ini kan masalah kemanusiaan, masalah ekologi yang juga dampaknya kepada dunia. Kenapa tidak duduk untuk bicara dari hati ke hati dan diselesaikan dengan hati yang penuh cinta dan penuh kedamaian, penuh keadilan,” ujar Bernardus.
Bernardus menyebut, Paus Leo XIV menekankan pentingnya dialog dengan hati yang terbuka untuk menyelesaikan persoalan. Sehingga dengan cara yang serupa, ia ingin, Paus Leo XIV menjembatani proses dialog tersebut.
“Harapan saya bahwa Paus memainkan peran untuk pada pemerintah Indonesia dan semua pengambil kebijakan supaya mendengarkan suara kami Gereja Papua,” ujarnya. “Duduk bersama rendah, berdiri sama tinggi untuk bicara dan selesaikan.”
Bernardus menilai Paus Leo XIV menekankan pentingnya dialog dengan hati yang terbuka untuk menyelesaikan persoalan. Sehingga dengan cara yang serupa, ia berharap Paus Leo XIV menjembatani proses dialog tersebut.
“Harapan saya bahwa Paus memainkan peran untuk pada pemerintah Indonesia dan semua pengambil kebijakan supaya mendengarkan suara kami Gereja Papua,” ujarnya. Duduk bersama rendah, berdiri sama tinggi untuk bicara dan selesaikan,” katanya kemudian.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Kementerian Kesehatan Libatkan Satpol PP Deteksi TBC