Logo

Mengapa Guru Besar FKUI Mempersoalkan Kolegium Kedokteran


TEMPO.CO, JakartaRatusan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) melayangkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto. Mereka meminta Prabowo bersikap atas hilangnya independensi kolegium kedokteran.

Para guru besar tersebut mengatakan prihatin dengan situasi sistem pendidikan kedokteran dan kesehatan Tanah Air setelah adanya perubahan tata kelola kolegium yang saat ini berada di bawah Kementerian Kesehatan. “Sebagai para pendidik dan praktisi di bidang kedokteran, kami merasa terpanggil untuk menyampaikan beberapa hal yang kami nilai penting bagi masa depan kualitas layanan kesehatan masyarakat Indonesia,” kata para Guru Besar FKUI melalui surat tertulis kepada Prabowo pada Jumat, 16 Mei 2025.

Kata “kolegium” mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kolegium didefinisikan sebagai kumpulan ahli dari setiap ilmu kesehatan yang mengampu cabang ilmu tersebut yang menjalankan tugas dan fungsi secara independen dan merupakan alat kelengkapan konsil.

Sementara dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, kolegium merupakan badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

Mahkamah Konstitusi sedang menyidangkan permohonan uji materi dari Djohansjah Marzoeki, seorang dokter/guru besar emeritus ilmu kedokteran bedah plastik Universitas Airlangga. Menurut Djohansjah, sebagai lembaga ilmiah kolegium bertugas mengampu ilmu kedokteran namun menjadi tidak berdasar apabila dinormakan sebagai alat kelengkapan pemerintah karena (akan) dikendalikan penguasa politik ataupun lembaga pemerintah.

Jadi pemohon berkepentingan atas legitimasi kolegium yang independen dengan keberadaan dan fungsinya, yang harus mencerminkan kaidah ilmiah dan jati diri ilmu kedokteran. Djohansjah berpendapat, keberadaan Kolegium sebagai instructional frame dan bersifat independen, maka keberadaan dan fungsinya dijamin, dihormati, dan dilindungi yang bukan menjadi bagian dari kapasitas sebagai lembaga pemerintah.

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Sundoyo, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum Kesehatan mengatakan, okedudukan kolegium tidak dapat dimaknai berada dan/atau bertanggung jawab secara struktural di bawah konsil. Hubungan antara kolegium dan konsil berkaitan dengan dukungan kolegium terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi konsil, yaitu sebagai penetapan standar kurikulum pelatihan yang disusun oleh kolegium, pelaksanaan evaluasi kompetensi, pelaksanaan validasi dan pengusulan standar kompetensi yang disusun oleh kolegium, pengusulan standar profesi, serta pengusulan jenis dan kelompok tenaga medis dan tenaga kesehatan baru bersama dengan kolegium untuk ditetapkan menteri.

Sebagai lembaga ilmiah, kolegium bertugas mengampu ilmu kedokteran. Untuk itu, kolegium menjadi tidak berdasar bila dinormakan sebagai alat kelengkapan pemerintah karena kolegium dapat dikendalikan penguasa politik ataupun lembaga pemerintah.

Sundoyo mengatakan jika kolegium dalam UU Kesehatan lebih pengembangan keilmuan dan pendidikan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Kolegium tidak lagi dibentuk oleh organisasi melainkan dibentuk oleh setiap kelompok ahli dalam disiplin ilmu kesehatan agar dapat mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Munculnya Kolegium Tandingan

Saat ini, muncul dugaan terdapat pembentukan kolegium kedokteran tandingan oleh Kementeiran Kesehatan. Dugaan itu muncul setelah sejumlah dokter anak dimutasi secara sepihak. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, mutasi terhadap sejumlah dokter yang juga merupakan pengurus IDAI tersebut berkorelasi dengan sikap organisasi mengenai pengambilalihan kolegium.

Sebelumnya, pihak IDAI menentang keputusan Kementerian Kesehatan untuk membentuk kolegium. Mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Piprim menyebutkan kolegium seharusnya bersifat independen dan dibentuk oleh kelompok ahli tiap disiplin ilmu kesehatan, bukan oleh organisasi tertentu.

“Saat itu, IDAI menyatakan sikap tetap mempertahankan kolegium itu di bawah organisasi profesi berdasarkan kongres,” kata Piprim saat rapat dengar pendapat umum bersama BAM DPR, pada Rabu, 7 Mei 2025.

Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Bunuh Diri Para Malaikat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *