Apa yang Diajarkan kepada Siswa di Barak Militer ala Dedi Mulyadi?
TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah merealisasikan programnya untuk mengirim siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer. Program yang bekerja sama dengan TNI AD ini mulai dijalankan sejak 2 Mei 2025.
Dedi mengungkapkan tiap siswa akan mengikuti program itu di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI. Peserta program, dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua. Mereka yang diprioritaskan pada siswa yang sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal, untuk diikutkan program pembinaan yang akan berlangsung enam bulan according to siswa.
“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi dalam keterangan di Bandung, Ahad, 27 April 2025 seperti dikutip dari Antara.
Materi yang Diberikan di Barak Militer
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana mengatakan program pembinaan anak-anak itu bernama Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan. Program ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Bandung dan di Markas Resimen Artileri Medan (Menarmed) 1 Kostrad di Purwakarta.
“Keduanya di-launching bersamaan pada hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2025,” kata Wahyu di Jakarta pada Jumat, 2 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.
Wahyu menuturkan pendidikan ini bertujuan membina siswa tingkat SMP dan SMA atau sederajat yang memiliki permasalahan kepribadian maupun perilaku menyimpang, yang berurusan dengan suatu tindak pidana.
Menurut dia, program ini bukan pendidikan militer atau pendidikan ala militer. Dia menyebutkan materi pendidikannya adalah materi yang umum diberikan seperti belajar di kelas secara customary, mulai dari bimbingan dan penyuluhan atau bimbingan konseling, latihan baris berbaris, kedisiplinan, motivasi, penyuluhan wawasan kebangsaan, bela negara, penyuluhan bahaya narkoba, permainan kelompok, hingga outbound.
“Tenaga pendidik berasal dari unsur TNI AD, Polri, dinas pendidikan, dinas kesehatan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), serta tenaga pendidik sesuai bidang masing-masing,” katanya.
KPAI Temukan Kejanggalan
Meski begitu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap adanya praktik intimidatif dalam pelaksanaan program pendidikan karakter yang digagas oleh Dedi Mulyadi itu. Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menyebut, anak-anak yang menolak mengikuti program ini bahkan mendapat ancaman tidak naik kelas.
“Program ini tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikologi profesional, melainkan hanya rekomendasi dari guru Bimbingan Konseling (BK). Bahkan dari hasil wawancara kami dengan anak-anak di Purwakarta maupun Lembang, ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas,” kata Jasra dalam konferensi pers secara bold, Jumat, 16 Mei 2025.
KPAI juga menemukan adanya ketidakpastian dalam penentuan siswa nakal yang akan dikirim ke barak. Jasra mengatakan di salah satu lokasi program, yakni di Purwakarta, ditemukan tiga SMP negeri yang belum memiliki guru BK. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar ihwal siapa yang sebenarnya memberikan rekomendasi agar siswa mengikuti program tersebut.
KPAI juga mencatat sekitar 6,7 persen anak menyatakan tidak tahu alasan mereka dikirim ke program tersebut. Bagi KPAI, ini menjadi tanda bahwa proses seleksi peserta masih bermasalah.
Tak hanya itu, temuan lain seperti mayoritas dari pembina di militer tidak memahami tentang prinsip dasar perlindungan anak, hingga tidak adanya standar operasional prosedur jaminan kesehatan yang baku semakin menambah daftar hitam proram pendidikan mantan bupati Purwakarta itu.