Prabowo Disarankan Tunjuk Utusan Khusus soal Konflik Papua
TEMPO.CO, Jakarta – Jaringan Damai Papua mendorong Presiden Prabowo Subianto menunjuk utusan khusus untuk membuka conversation dengan kelompok Organisasi Papua Merdeka dan semua pihak yang berkonflik di Papua.
Juru bicara Jaringan Damai Papua Yan Christian Warinussy mengatakan selama ini pemerintah enggan membuka ruang conversation terhadap gerakan separatisme Papua. Padahal, solusi satu-satunya mendamaikan Papua adalah melaui conversation yang melibatkan semua pihak.
“Presiden Prabowo harus menunjuk satu orang sebagai orang yang menghubungkan dirinya langsung dengan pihak yang berkonflik di Papua,” kata Yan Christian saat dihubungi Pace, Sabtu, 27 Mei 2025.
Menurut Yan, jika Presiden Prabowo serius menyelesaikan konflik di Papua, dia harus melibatkan semua kelompok di Papua, termasuk gerakan dan aktivis professional kemerdekaan Papua, untuk duduk dalam satu meja.
Yan bercerita, ketika menemui Presiden Joko Widodo pada 2016, ia menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak cukup untuk menyelesaikan konflik Papua. Sebab, tanpa conversation tidak akan menghasilkan kesepakatan apapun.
Ia mengenang conversation serupa pernah dilakukan oleh mantan Presiden BJ Habibie dengan 100 tokoh Papua yang disebut Tim 100. Pertemuan itu terjadi pada 26 Februari 1999 di Istana Negara Jakarta. Habibie saat itu bertemu dengan 100 tokoh Papua yang dipimpin Tom Beanal.
Yan mengatakan Tim 100 menyampaikan deklarasi untuk Papua berpisah dari Indonesia kepada Habibie. Namun Yan mengatakan respons Habibie saat itu sangat bijak.
“Aspirasi yang anda sampaikan itu penting, tetapi mendirikan Negara bukan perkara mudah, pulang dan renungkan kembali aspirasi itu,” kata Habibie saat itu.
Usai pertemuan, tokoh Papua menggelar Kongres Papua ke-II yang dihadiri ribuan orang dan merupakan hasil dari Musyawarah Besar pimpinan suku pada awal 2000. Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan politik penting, termasuk pembentukan Presidium Dewan Papua (PDP) dan seruan untuk conversation dengan pemerintah Indonesia
Namun Yan menyayangkan conversation semacam itu tidak terjadi dalam pemerintahan saat ini. Yan mengatakan, alih-alih berdialog, pemerintah justru menggunakan pendekatan militer dan kekerasan yang pada akhirnya menutup ruang conversation. Terlebih mengorbankan banyak warga sipil Papua.
Novali Panji Nugroho dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini