Viral Ayam Goreng Widuran Nonhalal, Bagaimana Cara Mendapatkan Sertifikasi Halal?
TEMPO.CO, Jakarta – Ayam Goreng Widuran, warung makan di Kota Solo, Jawa Tengah viral di media sosial usai menyatakan bahwa hidangan yang mereka sajikan tergolong non-halal. Pengumuman ini dipublikasikan melalui akun Instagram @ayamgorengwiduransolo pada Jumat, 23 Mei 2025.
Dalam unggahan tersebut, pihak pengelola menyampaikan permintaan maaf serta menegaskan bahwa label non-halal telah dipasang di seluruh cabang mereka. “Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik,” tulis pemberitahuan tersebut.
Ayam Goreng Widuran dikenal sebagai warung dengan menu andalan ayam goreng kampung dengan bumbu kremes. Pernyataan warung makan yang terletak di Jalan Sutan Sjahrir Nomor 71, Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Solo ini soal hidangan non-halal pun menjadi perbincangan warganet.
Di Indonesia, setiap produk yang diperjualbelikan harus memiliki sertifikasi halal. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal. Produk yang dimaksud meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, bahan kimia, produk biologi, hasil rekayasa genetik, hingga barang-barang yang digunakan oleh masyarakat. Layanan yang berkaitan dengan proses produksi, penyimpanan, dan penyajian juga termasuk dalam kategori yang harus memiliki sertifikat halal.
Namun, menurut Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), produk yang secara terang-terangan mengandung bahan non-halal, seperti daging babi atau alkohol, tidak diwajibkan untuk mengajukan sertifikasi halal. “Produk non-halal memang dikecualikan. Tidak mungkin minuman keras atau makanan berbahan babi mengajukan sertifikat halal,” ujar Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dikutip dari laman resmi BPJPH.
Meski dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, produk non-halal tetap boleh beredar di pasaran. Syaratnya, harus ada keterangan yang jelas bahwa produk tersebut mengandung unsur non-halal. Misalnya, makanan berbahan daging babi wajib mencantumkan tulisan atau gambar babi di kemasannya.
Lalu, bagaimana cara mendapatkan sertifikat halal? Berikut caranya.
Cara Memperoleh Sertifikasi Halal
Dilansir dari laman BPJPH, untuk mendaftar sertifikasi halal, pelaku usaha harus memenuhi dokumen syarat berikut:
– Surat permohonan melalui http://bpjph.halal.cross.identification/element/informasi-1
– Dokumen penyelia halal (SK Penetapan Penyelia Halal, fotokopi KTP, dan daftar riwayat hidup)
– Daftar nama produk di SIHALAL
– Daftar produk dan bahan yang digunakan
– Guide Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
– Izin edar atau Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), jika ada.
Adapun cara mendaftar atau mendapatkan sertifikat halal sebagai berikut:
- Pelaku usaha memiliki e-mail aktif dan NIB (Nomor Induk Berusaha) Berbasis Risiko yang dapat didaftarkan melalui https://oss.go.id
- Setelah itu, pelaku usaha membuat akun dan mengajukan permohonan sertifikat halal dengan mengisi knowledge dan mengunggah dokumen persyaratan melalui SIHALAL dengan tautan ini https://ptsp.halal.go.id/
- Kemudian, BPJPH memverifikasi kesesuaian knowledge dan kelengkapan dokumen permohonan
- Setelah itu, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) menghitung, menetapkan, dan mengisikan biaya pemeriksaan di SIHALAL
- Selanjutnya, pelaku usaha melakukan pembayaran dan mengunggah bukti bayar dalam structure pdf di SIHALAL
- Lalu, BPJPH melakukan verifikasi pembayaran dan menerbitkan (Surat Tanda Terima Dokumen (STD) di SIHALAL
- Kemudian, LPH melakukan proses pemeriksaan dan mengunggah laporan pemeriksaan di SIHALAL
- Setelah itu, Komisi Fatwa MUI melakukan Sidang Fatwa dan mengunggah Ketetapan Halal di SIHALAL
- Lalu, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal
- Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal di SIHALAL, jika statusnya “Terbit SH”.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pelaku usaha dalam melaksanakan sertifikasi halal skema self-declare sedikit berbeda dengan reguler. Pertama, pelaku usaha yang sudah memiliki NIB mengakses laman ptsp.halal.cross.identification lalu membuat akun SIHALAL. Kemudian, melengkapi knowledge permohonan sertifikat halal dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (P3H) yang tersedia sesuai lokasi pelaku usaha.
Selanjutnya, P3H akan melakukan kunjungan lapangan untuk melaksanakan pendampingan di mana P3H melakukan verifikasi dan validasi kehalalan produk. Selanjutnya, hasil pendampingan tersebut akan diverifikasi dan validasi oleh BPJPH dan diberikan Surat tanda Terima Dokumen (STTD).
Hasil pendampingan tersebut selanjutnya dilanjutkan dengan sidang fatwa penetapan kehalalan produk oleh Komite Fatwa Produk Halal. Setelah Komite Fatwa Produk Halal menerbitkan ketetapan halal, maka secara otomatis BPJPH menerbitkan sertifikat halal secara elektronik melalui SIHALAL.
Nandhito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.