Arkeolog Ingatkan Perlu Kajian Sebelum Stairlift Dipasang Permanen di Candi Borobudur
TEMPO.CO, Yogyakarta – Pemerintah berencana memasang stairlift di Candi Borobudur secara permanen. Pemasangan mesin angkut tangga tersebut awalnya untuk memfasilitasi kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Prabowo Subiyanto ke Borobudur pada Kamis, 29 Mei 2025.
Ketua Umum Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Utomo mengingatkan pemasangan stairlift secara permanen perlu mengacu pada ketentuan warisan dunia dan melakukan kajian Heritage Have an effect on Assessmen (HIA).
“Berdasarkan HIA, bisa tidak alat tersebut dipasang permanen. Dan perlu kecermatan untuk tetap menjaga keselamatan orang yang menggunakan maupun Candi Borobur,” imbuh Marsis saat dihubungi pada Rabu, 28 Mei 2025.
Adapun Candi Borobudur merupakan warisan dunia yang ditetapkan UNESCO sejak 1991. Usianya pun sudah uzur, yakni 1200 tahun. Bahkan pada 1985, situs Budha itu pernah dibom hingga porak poranda.
Pensiunan Kepala Balai Konservasi Borobudur pada 2017 itu khawatir pemasangan stairlift secara permanen akan berpengaruh terhadap struktur susunan batu candi. Sementara tak semua batu-batu candi itu disusun dengan teknik pengunci, sehingga berdampak pada struktur batu candi karena mendapat tambahan beban.
“Bagaimana pun alat tersebut akan bertumpu atau menopang di atas susunan batu-batu candi. Kalau bertumpunya tidak tepat dapat berpengaruh pada struktur susunan batu candi. Inilah yang perlu dikaji,” papar Marsis yang sejak 2007 hingga 2017 menjadi Juru Pelihara Candi Borobudur.
Sementara arkeolog muda, Nur Kesawa, juga mengingatkan perlu evaluasi terlebih dahulu dari hasil pemasangan stairlift usai kedatangan dua Presiden itu pada 29 Mei 2025 sebelum dipasang secara permanen di Candi Borobudur.
“Apakah berdampak besar terhadap batu candi? Kalau berdampak besar, ke depan nggak usah dipasang itu,” kata Nur. Hasil evaluasi itu pun, lanjut Nur, semestinya juga disampaikan secara terbuka kepada publik melalui media massa.
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Jhohannes Marbun menjabarkan, pada prinsipnya setiap aktivitas terhadap obyek cagar budaya seperti pemugaran, adaptasi, dan kepentingan lainnya, wajib didahului dengan kajian sesuai dengan prinsip pelestarian. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, maupun pemantauan dan evaluasi, termasuk dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas tersebut dan bagaimana mengecilkan atau meminimalisasi kerusakan yang ada.
Panduan terkait penilaian dampak tersebut dapat merujuk pada Panduan dan Perangkat untuk Penilaian Dampak dalam Konteks Warisan Dunia (Steering and Toolkit for Have an effect on Exams in a International Heritage Context, 2022) yang dibuat bersama UNESCO, Pusat Internasional untuk Studi Pelestarian dan Pemulihan Properti Budaya (Global Centre for the Learn about of the Preservation and Recovery of Cultural Belongings/ICCROM), Dewan Internasional Monumen dan Situs (Global Council on Monuments and Websites/ICOMOS), dan Global Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2022.
“Penilaian dampak itu tahapan penting, yaitu berpikir sebelum bertindak,” kata Marbun mengutip Pakar Manajemen Lingkungan, Angus Morrison Saunders.
Hasil dari penilaian dampak akan memberikan informasi pada proses pengambilan keputusan dengan mengeksplorasi konsekuensi yang mungkin ditimbulkan akibat tindakan yang diusulkan terhadap obyek warisan dunia. Khususnya mencakup pada Remarkable Common Worth (UOV) dari suatu obyek warisan dunia.
“Prinsip-prinsip pelestarian dapat sejalan dengan isu-isu sektoral lainnya, termasuk isu inklusivitas, pemenuhan hak dan keterbatasan akses, serta tidak saling bertentangan, tetapi saling menguatkan,” papar Marbun.
Beberapa regulasi terkait isu tersebut meliputi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Terutama berkaitan dengan adaptasi dalam pelestarian cagar budaya. Pada Pasal 1 angka 32 berbunyi, bahwa adaptasi adalah upaya pengembangan cagar udaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
Kemudian Pasal 83 ayat (2), bahwa adaptasi dilakukan dengan mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada cagar budaya, menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan, mengubah susunan ruang secara terbatas, serta mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, pemerintah berencana menempatkan tangga angkut beban atau stairlift secara permanen di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan, penggunaan stairlift secara permanen akan diujicoba lebih dahulu.
“Akan kami coba permanenkan. Nanti uji coba dahulu,” kata dia di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis, 29 Mei 2025 dikutip dari video yang disebarluaskan tim komunikasi presiden.
Pilihan editor: Mengapa Prabowo Mau Mengakui Israel Lewat Solusi Dua Negara?