Logo

Fadli Zon: Masyarakat Harus Khawatir Jika Sejarah Ditulis Aktivis


TEMPO.CO, Jakarta — Menteri Kebudayaan Fadli Zon meminta masyarakat untuk tidak khawatir terhadap hasil penulisan ulang sejarah yang digarap pemerintah. Sebab, kata dia, penulisan ulang sejarah yang sedang ditulis lembaganya itu melibatkan sejarawan profesional yang ahli di bidangnya. “Justru yang kami khawatirkan kalau sejarah itu ditulis oleh para aktivis yang punya perspektif masing-masing,” kata Fadli Zon saat ditemui seusai salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat, 6 Juni 2025.

Serupa dengan aktivis, Fadli mengatakan, politikus juga tak bisa menulis sejarah. “Apalagi (sejarah) yang resmi atau yang semacam itu. Tapi kalau orang mau menulis sejarahnya sendiri-sendiri juga bebas. Ini, kan, negeri demokrasi,” ujarnya.

Pemerintah menyatakan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia telah mencapai 70 persen. Fadli Zon menyebutkan, proses ini melibatkan sejarawan lintas disiplin dan ditargetkan memasuki tahap uji publik bersama masyarakat pada Juli mendatang. Ini menjadi langkah penting setelah 26 tahun lamanya sejarah nasional tidak diperbarui secara menyeluruh.

Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan membentuk tim untuk penulisan ulang sejarah Indonesia. Proyek yang ditargetkan rampung sebelum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 pada 17 Agustus 2025 ini dipimpin Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Susanto Zuhdi, yang menjadi penanggung jawab utama.

Kepada Pace, Susanto membenarkan bahwa sejarah Indonesia yang akan ditulis ulang sampai dengan periode pemerintahan Presiden Joko Widodo yang baru saja berlalu. Namun, ia menepis anggapan bahwa proyek ini berisiko bias karena menyangkut tokoh yang masih hidup dan bahkan belum genap setahun lengser dari kekuasaan.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty World Indonesia Usman Hamid mengatakan penggunaan label ‘sejarah resmi’ dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia akan menutup pintu bagi interpretasi yang beragam dan dinamis di masyarakat. Dia berpendapat penulisan ulang sejarah oleh negara merupakan upaya rekonstruksi dengan tujuan kultus individu dan glorifikasi masa lalu yang berlebihan.

Kebijakan revisi naskah sejarah ini, dia mengatakan berpotensi menghilangkan peristiwa dan ketokohan yang dinilai tidak cocok dengan kepentingan kekuasaan. 

Novali Panji Nugroho dan Defara Dhanya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *