Logo Tempo

24 Ribu Calon Tamtama Isi Batalyon Pembangunan. Setara Institute: Ekspansi Militer di Ranah Sipil


TEMPO.CO, JakartaSetara Institute menilai rencana pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan menjadi potret baru militerisme gaya lama. Pemerintah berencana merekrut 24 ribu tamtama, prajurit militer dengan pangkat paling rendah, untuk mewujudkan program tersebut.

“Ini ekspansi militer ke dalam ruang sipil dengan bungkus pembangunan dan kesejahteraan. Militerisme tidak lagi hadir dalam bentuk alat kekuasaan dan penopang rezim sebagaimana terjadi pada Orde Baru,” kata Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 10 Juni 2025.

Ikhsan mengatakan retorika pembangunan tidak dapat menyembunyikan realitas militer sedang memperluas peran dan pengaruhnya ke ranah yang bukan wewenangnya. Menurut dia, pembentukan Batalyon Pembangunan ini mengakibatkan distorsi fungsi pertahanan. Ia mewanti-wanti kebengkakan anggaran imbas kebijakan tersebut.

 “Penambahan puluhan ribu prajurit dapat berkonsekuensi bertambahnya beban anggaran, terutama untuk gaji, infrastruktur, dan pembinaan,” kata Ikhsan. Dia mendesak pemerintah dan DPR mengevaluasi rekrutmen massal dan menghentikan pembentukan batalyon-batalyon non-tempur yang melanggar garis batas peran militer dalam negara demokratis.

Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AD Brighen Wahyu Yudhayana menyampaikan rencana perekrutan calon tamtama secara besar-besaran kepada awak media pada 4 Juni 2025. Rekrutmen ini nantinya disiapkan bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan menjadi pasukan ketahanan pangan hingga pelayan kesehatan dalam  Batalyon Teritorial Pembangunan.

Awalnya wacana pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan digelindingkan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat rapat kerja dengan Komisi I DPR pada 25 November 2024. Sjafrie mengatakan ide itu adalah gagasan Presiden Prabowo Subianto.

Sjafrie menyebut presiden menetapkan strategi nasional agar setiap kabupaten, yang jumlahnya saat ini ada 514, dapat dijaga oleh satu batalyon infanteri teritorial pembangunan. Batalyon ini diperkuat oleh dua batalyon komponen cadangan.

Menurut Sjafrie langkah ini bertujuan menciptakan stabilitas keamanan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat dalam sektor peternakan, perikanan, pertanian, hingga kesehatan. “Hal ini menunjukkan peran TNI yang lebih holistik,” kata Sjafrie.

Rencana pembentukan batalyon teritorial ini dikecam oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi memandang kebijakan ini menyimpang dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang TNI.

TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang. Bukan untuk mengurus urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ujar koalisi dalam pernyataan pers pada Senin, 9 Juni 2025.

Koalisi menyebut perekrutan dan pelibatan TNI dalam urusan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pelayanan kesehatan sebagai bentuk kegagalan dalam menjaga batas demarkasi antara urusan sipil dan militer. 

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi pertahanan, meminta TNI AD mencermati rencana pembentukan batalyon teritorial pembangunan.  Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mewanti-wanti TNI untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menindaklanjuti rencana itu. 

“TNI memiliki tugas utama sebagai alat pertahanan negara dan setiap kebijakan yang melibatkan rekrutmen prajurit harus tetap berpegang pada prinsip profesionalisme dan kesigapan tempur,” ujar Dave saat dihubungi pada Selasa, 10 Juni 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *