Logo

Kronologi Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumatera Utara


TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah memutuskan empat pulau yang semula masuk wilayah Provinsi Aceh beralih ke Provinsi Sumatera Utara. Keputusan pemerintah ini dinyatakan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Information Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang terbit 25 April 2025. Keputusan ini menyatakan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan persoalan ini memiliki sejarah panjang dan melibatkan banyak pihak serta instansi sejak awal konflik itu muncul pada 1928. “Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga,” ujarnya pada Selasa, 10 Juni 2025 seperti dikutip Antara.

Kronologi Perebutan Empat Pulau

Menurut Tito, sengketa empat pulau ini sudah terjadi sejak masa penjajahan Belanda. Semula empat pulau ini masuk wilayah Aceh meskipun berada di depan pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci.

Direktur Jenderal Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal Zakaria Ali menjelaskan, perebutan empat pulau itu mulai terjadi pada 2008. Ketika itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi memverifikasi pulau-pulau yang ada di Indonesia.

Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.

Pada 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi membakukan sebanyak 260 pulau di Provinsi Aceh. “Namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal, Rabu, 11 Juni 2022 seperti dikutip dari Antara.

Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.

Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri di 260 pulau. Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo.

Pergantian nama tersebut juga dilakukan dengan menyertakan pergantian koordinat pulau. “Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya. 

Kementerian Dalam Negeri mencurigai ada kejanggalan nama pulau dengan titik koordinat yang berbeda. Empat pulau yang dimaksud berjarak 78 kilometer dari titik koordinat yang diberikan Aceh. Hasil rapat pembahasan untuk melakukan analisis spasial terhadap empat pulau yang menjadi konflik, dan hasilnya pada 8 November 2017, Dirjen Bina Adwil Nomor 125/8177/BAK menegaskan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam cakupan Provinsi Sumatera Utara. 

Aceh kembali mengirim surat yang berisi revisi koordinat empat pulau tersebut. Surat itu menerangkan, bahwa koordinat yang semula dicantumkan adalah milik Pulau Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang yang berada di Pulau Banyak. Rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan berbagai lembaga/kementerian pada 2020 menyatakan, empat pulau itu masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Pada 13 Februari 2022, kembali dibahas sengketa empat pulau tersebut bersama dengan Aceh dan Sumatera Utara. Rapat akhirnya buntu. Pada 14 Februari 2022, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 tentang pemutakhiran kode, knowledge wilayah administrasi yang memasukkan empat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatera Utara. 

Aceh tidak menerima keputusan itu. Akhirnya, pemerintah kembali melakukan survei faktual ke empat wilayah pada 31 Mei-4 Juni 2022. Dari hasil survei dijelaskan bahwa empat pulau tidak berpenduduk, ditemukan tugu yang dibangun Pemerintah Aceh dan makam aulia yang sering dikunjungi masyarakat untuk berziarah.

Pulau Lipan hanya ada pasir putih dan dalam kondisi tenggelam. Kemudian, beberapa dokumen baru disampaikan Pemerintah Aceh yang menjadi pertimbangan lanjutan. Konflik ini terus berlanjut hingga akhirnya pada 16 Juli 2022, Sumatera Utara menyampaikan bahwa empat pulau tersebut adalah bagian dari mereka.

Sengketa yang berlarut-larut ini akhirnya diputuskan Kementerian Dalam Negeri. Tito menetapkan empat pulau itu berada di wilayah Sumatera Utara. Dia mengaku siap digugat atas keputusannya tersebut.

Yudono Yanuar dan Iil Askar Mondza turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mengapa Intoleransi terhadap Ahmadiyah Terus Terjadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *