TB Hasanuddin Sarankan TNI Fokus Latihan Perang Dibanding Urus Pangan
TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus atau TB Hasanuddin, menyarankan agar Tentara Nasional Indonesia kembali fokus pada tugas utamanya menjaga pertahanan negara dibandingkan mengelola ketahanan pangan. Hal itu ia sampaikan saat merespons rencana TNI Angkatan Darat yang hendak membentuk batalyon teritorial pembangunan dengan merekrut 24 ribu calon tamtama selama 2025.
TB mengingatkan prajurit TNI sebaiknya lebih memusatkan perhatian pada kesiapan bertempur dengan melakukan latihan secara intensif. “Sesuai undang-undang yang berlaku,” katanya dalam pesan tertulis pada Pace, Rabu, 12 Juni 2025.
Hal itu harus menjadi prioritas TNI, terutama, kata TB dalam kondisi negara yang damai. Sehingga menurut situasi terkini di Tanah Air, TB menekankan bahwa tugas membangun ketahanan pangan seharusnya diserahkan kepada kementerian teknis, yaitu Kementerian Pertanian.
“Membangun depot-depot logistik atau ketahanan pangan sebaiknya tidak ditangani langsung oleh prajurit TNI aktif,” ujar purnawirawan mayor jenderal itu.
Lebih lanjut, TB menjelaskan bahwa ada pengecualian yang bisa membuat TNI turun tangan untuk mengurusi pangan. Yaitu dalam konteks perang berkelanjutan di mana ada urgensi bagi lembaga negara untuk menyiapkan wilayah logistik dan persediaan makanan di sudut perkotaan maupun pedesaan.
Politikus PDI Perjuangan menyebut hal tersebut bisa dibenarkan karena Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta. Sistem itu menurut TB memungkinkan Indonesia untuk memanfaatkan seluruh potensi demi kepentingan pertahanan negara.
Sehingga dalam keadaan perang konvensional yang bisa berlanjut ke perang gerilya, TNI bisa langsung menjadi TNI dan membangun depot-depot logistik. “Agar perlawanan dapat berlangsung selama mungkin,” tuturnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudha sebelumnya mengatakan bahwa prajurit yang direkrut bukan untuk kepentingan tempur, melainkan akan difokuskan pada kegiatan seperti ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan. Hal itu berdasarkan rencana pembentukan empat kompi di setiap batalyon, yang terdiri dari kompi pertanian, peternakan, medis dan zeni.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono telah mewanti-wanti TNI untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menindaklanjuti rencana pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan. “TNI memiliki tugas utama sebagai alat pertahanan negara dan setiap kebijakan yang melibatkan rekrutmen prajurit harus tetap berpegang pada prinsip profesionalisme dan kesigapan tempur,” ujar Dave saat dihubungi pada Selasa, 10 Juni 2025.
Adapun rencana pembentukan batalyon teritorial ini dikecam oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi memandang kebijakan ini menyimpang dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang TNI.
“TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang. Bukan untuk mengurus urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ujar koalisi dalam pernyataan pers pada Senin, 9 Juni 2025.
Koalisi menyebut perekrutan dan pelibatan TNI dalam urusan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pelayanan kesehatan sebagai bentuk kegagalan dalam menjaga batas demarkasi antara urusan sipil dan militer. Merujuk pada UUD 1945 dan UU TNI, pembatasan terhadap TNI jelas adanya sehingga TNI tak memiliki kewenangan untuk turun tangan dalam urusan-urusan sipil tersebut.
Menurut mereka, kompleksitas ancaman perang yang semakin trendy sejatinya menuntut TNI untuk fokus memperkuat kapasitas tempur, bukan justru dilebur dalam kegiatan non-militer yang menjadi ranah sipil. Hal ini dinilai mencederai semangat reformasi TNI yang memiliki cita-cita atas profesionalisme TNI dan nihilnya campur tangan TNI atas urusan sipil.