TNI Rekrut 24 Ribu Prajurit Buat Urus Pangan, Kemenhan: Sudah Diperhitungkan Matang
TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Pertahanan menyatakan rencana perekrutan 24 ribu calon tamtama telah diperhitungkan secara matang sesuai kebutuhan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau TNI AD.
Menurut Kementerian Pertahanan, TNI AD memiliki landasan kuat dalam merancang rencana perekrutan tentara dengan pangkat prajurit itu. “TNI sudah menghitung, sejauh mana dibutuhkan, apalagi dengan saat ini komposisi personil kami kan belum best,” ujar Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemenhan Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, di Jakarta Pusat, Jumat, 13 Juni 2025.
Sehingga Frega menyebut prajurit itu akan ditempatkan untuk mengisi satuan-satuan baru sesuai visi pemerintah. Ia lalu menyinggung komitmen Menteri Pertahanan dalam memastikan tercapainya keamanan dan kedaulatan negara lewat kunjungan ke Resimen Induk Daerah Militer. “Untuk meyakinkan bahwa semua dukungan itu terpenuhi,” kata dia.
Rencananya, 24 ribu prajurit yang hendak direkrut pada 2025 itu akan ditempatkan di batalyon teritorial pembangunan yang hendak dibentuk. Secara khusus mereka bertugas untuk mengurus kompi pertanian, peternakan, kesehatan, hingga zeni.
Namun, Frega meyakini para prajurit juga akan dilatih untuk bertempur karena itu merupakan bagian dari tugas pokok pertahanan. Adapun soal pelatihan medis dan bercocok tanam, Frega menyebut itu merupakan tugas resmi yang diemban TNI.
Ia mencontohkan misalnya satuan TNI yang bertugas di dinas kesehatan serta adanya kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk program swasembada pangan. Sehingga ia menyimpulkan pembentukan batalyon teritorial pembangunan tak menyalahi aturan.
“Secara umum sebenarnya tidak ada yang berbenturan karena kami punya pembinaan teritorial, di mana memang tugas pokoknya itu berinteraksi dengan masyarakat, dan tujuannya kan adalah untuk pembangunan di situ,” tuturnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudha sebelumnya mengatakan bahwa prajurit yang direkrut bukan untuk kepentingan tempur, melainkan akan difokuskan pada kegiatan seperti ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang kebijakan ini menyimpang dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang TNI.
“TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang. Bukan untuk mengurus urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ujar koalisi dalam pernyataan pers pada Senin, 9 Juni 2025.
Koalisi menyebut perekrutan dan pelibatan TNI dalam urusan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pelayanan kesehatan sebagai bentuk kegagalan dalam menjaga batas demarkasi antara urusan sipil dan militer. Merujuk pada UUD 1945 dan UU TNI, pembatasan terhadap TNI jelas adanya sehingga TNI tak memiliki kewenangan untuk turun tangan dalam urusan-urusan sipil tersebut.
Menurut mereka, kompleksitas ancaman perang yang semakin trendy sejatinya menuntut TNI untuk fokus memperkuat kapasitas tempur, bukan justru dilebur dalam kegiatan non-militer yang menjadi ranah sipil. Hal ini dinilai mencederai semangat reformasi TNI yang memiliki cita-cita atas profesionalisme TNI dan nihilnya campur tangan TNI atas urusan sipil.
Pilihan Editor: Jatah Gabah untuk Tentara: Wujud Dwifungsi TNI