Berikut Cuplikan Laporan TGPF soal Pemerkosaan Massal 1998
TEMPO.CO, Jakarta – Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang pemerkosaan massal 1998 menuai kemarahan publik. Faldi Zon menganggap pemerkosaan massal itu adalah rumor yang tidak bisa dibuktikan.
“Pemerkosaan massal kata siapa itu? Enggak pernah ada evidence-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukkan, ada enggak di dalam buku sejarah itu?” katanya dikutip dari Pace.co pada Senin, 16 Juni 2025.
Fadli mengaku pernah menguji para sejarawan dengan mengatakan bahwa peristiwa tersebut telah diakui oleh tim pencari fakta. “Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka (penulis ulang sejarah) tidak bisa buktikan,” kata mantan Wakil Ketua DPR itu.
Publik baik individu, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga negara independen mengecam keras pernyataan tersebut. Mereka berharap Fadli Zon membaca kembali hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah pada 23 Juli 1998.
Dikutip dari Seri Dokumen Kunci Komnas Perempuan pada laman Komnas Perempuan, laporan TGPF menyebutkan, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan Mei 1998 dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu perkosaan; perkosaan dan penganiayaan; penyerangan seksual/penganiayaan dan pelecehan seksual.
TGPF menemukan 52 korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan/penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual. Setelah kerusuhan Mei, 2 (dua) kasus terjadi di Jakarta tanggal 2 Juli 1998 dan 2 (dua) terjadi di Solo pada tanggal 8 Juli 1998. TGPF menegaskan bahwa jumlah korban di atas bukanlah jumlah keseluruhan korban pemerkosaan melainkan korban diketahui yang dilaporkan sampai tanggal 3 Juli 1998.
Lokasi pemerkosaan terjadi di bermacam-macam lokasi seperti dalam rumah, di jalan, dan tempat usaha. Namun pemerkosaan banyak dilakukan di dalam rumah. Ironi, padahal seharusnya rumah menjadi tempat paling aman bagi penghuninya.
“Sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, dimana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain,” bunyi laporan TGPF pada halaman 17-19.
Laporan TGPF juga menyatakan, pemerkosaan massal ditemukan di wilayah-wilayah yang juga terjadi pengrusakan, pembakaran, penganiayaan dan kematian massal dan diarahkan pada warga Tionghoa yang dapat dibuktikan dengan identitas para korban yang sampai hari ini terkumpul pada ‘Tim Relawan’. Modus operandi pemerkosaan massal memiliki pola yang sama dan terjadi dalam rentetan peristiwa kerusuhan, pengrusakan dan pembakaran.
Dalam upaya pencarian dan pelaporan korban perkosaan dan pelecehan seksual, baik Tim Relawan maupun saksi mata mendapatkan sejumlah ancaman dan teror dari pihak-pihak seperti para gali dan preman, aparat militer dan orang-orang bayaran dengan uang dan senjata.
Presiden Ketiga RI saat itu, BJ Habibie, menyatakan bahwa ia menerima laporan kekerasan pada perempuan khususnya yang terjadi pada Mei 1998 dengan bukti-bukti nyata dan otentik. “Setelah saya mendengar laporan dari ibu-ibu tokoh Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga di bumi indonesia panda umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” kutip pada pernyataannya tanggal 15 Juli 1998.
Eka Yudha Saputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Buat Apa Fadli Zon Menyebut Pemerkosaan Mei 1998 Sebagai Rumor