Logo

Jakarta Kebut Pembahasan Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok


TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah Provinsi bersama DPRD Jakarta tengah mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ranperda ini telah diwacanakan sejak 2010 silam, namun tertunda.

Logo

Pembahasan ini ditargetkan rampung dan disahkan pada akhir Juli 2025. Hal itu disampaikan Administrator Kesehatan Ahli Madya Dinas Kesehatan Jakarta Intan Kusumawati dalam Diskusi Publik tentang Rencana Perda Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta yang digelar pada Jumat, 20 Juni 2025 di Jakarta Pusat. “Minggu depan itu adalah target pembahasan per pasal yang dilanjutkan dengan finalisasi,” kata dia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Intan menyampaikan pengaturan KTR penting untuk menekan beban penyakit katastropik yang diduga diakibatkan oleh rokok. “Kalau dari data BPJS, pembiayaan kesehatan untuk penyakit jantung, kanker, stroke, gagal ginjal yang diduga faktor risikonya adalah rokok semakin meningkat. Dari 2022 sampai 2023, dari Rp 12 jadi Rp 19 triliun,” ujar dia. 

Beberapa kawasan yang akan diatur sebagai kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan unum, prasarana olahraga. Adapun penambahan 4 kawasan yang terdiri dari tempat kerja, tempat umum, ruang publik terpadu, dan tempat tertentu yang menyelenggarakan izin keramaian menurut Intan dilakukan guna memberikan yang terbaik untuk warga Jakarta. 

Intan juga menyoroti pergeseran tren perokok anak yang patut diantisipasi. Meski prevalensi perokok usia 10-18 tahun menurun, terdapat kemungkinan adanya peningkatan penggunaan rokok elektronik. “Bisa jadi perpindahan dari perokok konvensional menjadi perokok elektronik. Mungkin ada bias di situ. Namun, berapa pun jumlah perokok anak itu sebetulnya tidak menjadi toleransi. Anak-anak tidak boleh merokok,” katanya.

Sementara itu, Afifi dari Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta mengatakan bahwa Ranperda ini memiliki dasar hukum seperti UU Nomor 23 Tahun 2024 tentang kesehatan. Selain itu juga Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pemerintah Daerah yang wajib menetapkan dan mengimplementasikan KTR di wilayahnya dengan Perda. 

Afifi menegaskan bahwa KTR bukan untuk melarang semua orang merokok, tetapi adanya beberapa kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai kawasan tanpa rokok. “Dalam konteks ini, penting juga ada keseimbangan bagaimana individu/perokok pasif dilindungi tanpa melarang perokok aktif,” kata dia.

Hal ini sejalan dengan penalaran a contrario yang disampaikan Afifi. “Penalaran ini berarti sepanjang tidak dilarang, itu berarti boleh (merokok). Seperti di rumah pribadi dan jalan umum yang tidak ditetapkan sebagai KTR,” ujar dia.

Afifi juga menyoroti adanya sanksi administratif bagi pihak yang melanggar sebagai pendekatan agar pelaksanaan kawasan tanpa rokok dapat berjalan efektif dan efisien. “Dalam menjalankan Ranperda ini, masyarakat tidak hanya bermodalkan kesadaran pribadi, tapi juga ada faktor pemicunya yang berupa sanksi administratif,” ujar dia.

Adapun sanksi administratif terdiri dari:

1. Larangan merokok di KTR

– Denda administratif sebesar Rp250.000 

– Sanksi kerja sosial yang dilaksanakan langsung di tempat

2. Larangan mengiklankan, mempromosikan, memberikan sponsor di seluruh wilayah Jakarta

– Denda administratif sebesar Rp50.000.000

3. Larangan mengiklankan, mempromosikan, memberikan sponsor di KTR

– Denda administratif sebesar Rp1.000.000

4. Larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari tempat anak bermain dan sekolah

– Denda administratif sebesar Rp1.000.000

5. Larangan memajang di tempat penjualan

– Denda administratif sebesar Rp10.000.000

6. Pengenaan sanksi administratif

– Sebagaimana yang dimaksud pada ayat 7, ayat 8, ayat 9, ayat 10, dan ayat 11 dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Sementara itu Ketua Panitia Khusus Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok DPRD DKI Jakarta Farah Savira menyatakan komitmennya untuk segera merampungkan beleid ini.

Ia mengatakan, meski proses penyusunan regulasi ini bukanlah hal yang mudah dan melibatkan banyak dinamika, namun urgensi dan kebutuhan masyarakat membuat penyelesaian Ranperda ini menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi ditunda. “Semua fraksi di dewan juga sepakat untuk Perda ini diselesaikan,” ujar dia.

Farah juga menambahkan bahwa DPRD akan terus membuka ruang dialog dengan publik dan berbagai pemangku kepentingan agar Perda yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat luas serta bisa diimplementasikan secara efektif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *