Respons TNI Setelah Kapal Induk Amerika USS Nimitz Melintasi Perairan Aceh
TEMPO.CO, Jakarta – Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjelaskan perihal kapal induk Amerika USS Nimitz yang melintas di perairan Aceh beberapa waktu lalu. Kapal tersebut diperkenankan melintas dengan menggunakan hak transit.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan, sebagaimana ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, kapal asing, termasuk kapal perang memiliki hak untuk melintasi perairan negara lain.
“Boleh melintas tanpa harus meminta izin kepada negara yang dilintasi,” kata Kristomei dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Gambar yang menampilkan kapal induk USS Nimitz melintas di perairan Aceh mencuat di media sosial. Warganet menduga kapal tersebut akan menuju Timur Tengah dalam situasi perang antara Iran dengan Israel.
USS Nimitz pertama kali berlayar pada 3 Mei 1975. Kapal ini dinamai berdasarkan nama Laksamana Armada Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik pada Perang Dunia II, Chester William Nimitz.
Kiprah USS Nimitz di wilayah Timur Tengah sudah dilakukan sejak 2003, yaitu saat digunakan untuk mendukung operasi militer Amerika Serikat di Irak dan Afganistan.
Kendati tak harus meminta izin negara yang dilintasi, Kristomei menjelaskan, kapal tersebut harus tetap mematuhi aturan pelayaran internasional, terutama tidak membahayakan keamanan wilayah yang dilintasi.
Karenanya, kata dia, masyarakat tidak perlu khawatir jika kapal induk milik negeri Abang Sam itu melintasi wilayah perairan Indonesia selagi tak melakukan aktivitas yang mengganggu keamanan. “TNI juga mengawasi pergerakan kapal tersebut untuk memastikan situasi tetap kondusif,” ujarnya.
Kendati begitu, mantan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat itu tak mengetahui pasti alasan kapal induk USS Nimitz melintasi perairan Aceh.
Ia menjelaskan USS Nimitz terpantau melintas dari Laut Cina Selatan menuju Selat Singapura, Selat Malaka-perairan Aceh, dan melanjutkan ke Samudera Hindia. “Yang terpenting tidak mengganggu perairan dan keamanan wilayah,” ucap Kristomei.