Logo

Sampah Makan Bergizi Free of charge Jadi Masalah Baru di Sekolah


TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi bidang Pendidikan DPR Ledia Hanifa Amaliah melakukan peninjauan program makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bandung dan Cimahi. Saat peninjauan tersebut, ditemukan beberapa sekolah yang terkendala pengelolaan sampah.

Dia mengatakan, kendala itu terjadi lantaran jumlah produksi sampah dari program MBG tak diikuti dengan sistem pengelolaan sampah yang efektif dan cepat, baik di sekolah maupun di wilayah. 

“Beberapa sekolah jadi curhat soal PR baru ini, soal pengelolaan sampahnya,” kata Ledia dalam keterangan tertulis yang diperoleh Pace, Sabtu, 21 Juni 2025. 

Dia melanjutkan, jumlah produksi sampah kian jadi persoalan lantaran kerap ditemukan adanya kesalahpahaman antara sekolah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam urusan distribusi makanan ke sekolah. 

Kesalahpahaman ini, kata Ledia, misalnya makanan yang didistribusikan lebih banyak dari jumlah penerima. Kelebihan ini terjadi karena terdapat murid yang tidak hadir, sedangkan sekolah dan SPPG tak berkoordinasi sebelum makanan mulai didistribusikan. 

“Ada juga sisa makanan murid yang tidak habis, sehingga kemudian menyebabkan masalah baru bagi sekolah,” ujar politikus PKS ini. 

Selain pengelolaan sampah, Ledia mengatakan, dalam peninjauannya kali ini juga disimpulkan program MBG lebih nyata diperlukan oleh sekolah-sekolah yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T. 

Alasannya, dia mengatakan, di wilayah 3T masih banyak ditemukan jumlah angka kasus stunting dan kurang gizi yang harus diafirmasi percepatan pemenuhan gizi. Karenanya, menurut Ledia, akan lebih baik apabila pemerintah memprioritaskan program MBG di wilayah 3T atau pada wilayah yang mayoritas muridnya berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. 

“Agar lebih efektif dan efisien secara anggaran,” ucap dia. 

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan potensi timbulan sampah makanan dari program MBG bergantung pada beberapa faktor, seperti skala program, jumlah penerima manfaat, efisiensi distribusi, perilaku konsumen serta pelaku operasional di lapangan. 

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar mengatakan, jika program ini dijalankan secara nasional, jumlah penerima manfaat dapat mencapai 24 juta orang dalam rincian jumlah murid SD menurut Kemendikbud pada tahun 2023/2024. 

Dengan asumsi setiap murid menghasilkan sampah makanan sebanya 50-100 gram according to hari, berdasarkan paparan Kemenko Bidang Pangan Desember 2024, potensi timbulan dapat mencapai 2.400 ton according to ari atau 624 ribu ton according to tahun. 

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan, sampah makanan MBG akan diolah menjadi kompos yang mekanismenya telah termasuk dalam seluruh ekosistem program MBG.  

“(Soal sampah) Ini masuk beriringan di ekosistem. Nanti akan diangkut untuk kemudian diolah jadi kompos, jadi tetap dimanfaatkan,” kata Dadan melalui pesan singkat, Sabtu 21 Juni 2025. 

Tenaga ahli utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura meminta masyarakat untuk melihat keberadaan sampah makanan MBG sebagai sebuah peluang bisnis yang berkontribusi pada perputaran perkonomian lokal. 

“Jadi, mari dilihat bukan sebagai satu permasalahan tapi sebuah kesempatan untuk menambah perekonomian lokal,” jata Prita, 10 Januari 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *