HUT Jakarta: Jejak Ondel-ondel dan Larangan untuk Mengamen
TEMPO.CO, Jakarta – Ondel-ondel, boneka besar yang mengenakan mahkota bunga kelapa di atas kepalanya, telah lama menjadi lambang budaya Betawi yang melekat pada identitas Jakarta, hingga HUT Jakarta ke-498 tahun ini. Kehadirannya yang tinggi dulu identik dengan semaraknya berbagai acara besar, mulai dari perayaan ulang tahun Jakarta, competition budaya, hingga ritual pernikahan tradisional yang sakral.
Namun, seiring berjalannya waktu, posisi ikon ini telah mengalami perubahan yang cukup besar; ondel-ondel kini tidak hanya menjadi sorotan utama dalam acara resmi, tetapi juga telah berevolusi menjadi fenomena city yang sering terlihat di jalanan dan persimpangan lampu merah di ibukota.
Sejarah Ondel-ondel
Melansir dari Antara, 9 Mei 2025, asal-usul ondel-ondel memang tidak tercatat secara pasti. Namun, menurut salah satu sumber sejarah yang dicatat oleh saudagar Inggris W. Scott, ia menyaksikan pertunjukan boneka besar dalam ritual masyarakat Sunda Kelapa sebelum tahun 1600 M.
Dalam tradisi masyarakat Betawi, ondel-ondel dipercaya sebagai sarana tolak bala untuk mengusir penyakit dan roh jahat, sehingga perannya pun melekat dalam berbagai tradisi, seperti pesta rakyat, pernikahan, hingga penyambutan tamu penting.
Umumnya ondel-ondel dibuat sepasang, laki-laki dan perempuan, dengan tinggi sekitar 2,5 meter dan berat hingga 25 kilogram. Rangkanya dari bambu, dihias pakaian adat, topeng, dan kembang kelapa. Warna merah pada wajah laki-laki melambangkan keberanian, sementara putih pada perempuan mencerminkan kesucian.
Dalam salah satu siaran RRI, budayawan Betawi Yahya Andi Saputra menyebut ondel-ondel sebagai simbol identitas Betawi dan Jakarta. Ia menjelaskan bahwa keseimbangan dalam sepasang ondel-ondel mencerminkan harmoni antara laki-laki dan perempuan, siang dan malam, serta manusia dengan Tuhan.
Meski sudah melekat pada masyarakat, ondel-ondel menghadapi tantangan di generation trendy saat ini. Maraknya ondel-ondel ngamen dan menurunnya minat anak muda jadi sorotan.
“Dulu pada masa kolonial, ondel-ondel juga diarak, namun ada aturan yang jelas soal tempat dan waktu agar tidak mengganggu ketertiban umum. Sekarang banyak oknum yang mengarak ondel-ondel tanpa memperhatikan makna dan perannya,” kata Yahya sebagaimana dikutip dari Antara.
Namun, saat ini Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, pemimpin baru Jakarta membuat sebuah larangan kepada pengamen untuk tidak lagi menggunakan ondel-ondel sebagai sarana mereka dalam mencari uang.
Larangan Pengamen Ondel-Ondel
Pramono Anung menyampaikan ketidaksetujuannya jika warisan budaya Betawi seperti ondel-ondel dijadikan alat untuk mengamen. Menurutnya, warisan budaya yang sudah lama mengakar ini perlu dilestarikan dan dirawat dengan cara yang lebih layak.
”Saya ingin ondel-ondel tidak digunakan untuk mengamen. Tetapi betul-betul dirawat dengan baik,” ujarnya saat dijumpai di Resort Borobudur, Jakarta, pada Rabu, 28 Mei 2025.
Pramono menilai, para pelaku kesenian harus diapresiasi dengan menghargai karyanya tetap dijadikan sebagai warisan budaya, bukan sekadar sarana mencari nafkah di jalanan. Ia juga berkomitmen untuk mendorong setiap regulasi yang melindungi pelaku seni tradisi agar bisa terus berkarya tanpa harus mengamen. Menurutnya, acara-acara resmi yang ada di Jakarta sudah cukup untuk memenuhi ruang tampil ondel-ondel untuk mempertahankannya sebagai warisan budaya.
“Sehingga undang-undang ya udah nanti kita buat, kita undang berbagai acara di ibu kota, acara yang banyak banget,” kata Pramono.
Karena itu, Ia berencana memberikan dukungan kepada 42 Sanggar di Jakarta untuk tetap melestarikan ondel-ondel sebagai warisan budaya Betawi yang telah lama ada.