Logo

Kata Komite Pemilih Soal MK Putuskan Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal


TEMPO.CO, Jakarta – Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur pemilu lokal dipisahkan dari pemilu nasional mulai 2029. MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Jeirry Sumampow mengatakan putusan MK membuat proses pemilu berjalan lebih tertata dan berkualitas. Pemilih diberi ruang untuk fokus pada isu nasional saat memilih Presiden, DPR RI dan DPD RI, lalu bisa benar-benar memperhatikan persoalan lokal saat memilih kepala daerah dan anggota DPRD. “Ini tentu bisa mendorong rasionalitas pemilih dan memperkuat kualitas demokrasi,” katanya melalui keterangan tertulis pada Kamis, 26 Juni 2025.

Jeirry mengatakan, dari sisi teknis penyelenggaraan, pemisahan ini juga memberi harapan. Beban kerja Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, dan petugas di lapangan bisa terbagi. Tidak lagi harus menangani lima surat suara dan lima kotak suara dalam satu waktu, yang selama ini memicu kekacauan logistik dan kelelahan luar biasa.  “Dalam jangka panjang, ini bisa menyelamatkan kualitas pelaksanaan pemilu dan bahkan keselamatan petugas,” katanya.

Lebih jauh, pemisahan ini juga memberi peluang lebih besar bagi tokoh-tokoh lokal yang punya kapasitas dan rekam jejak baik. Mereka kini bisa bersaing secara lebih mandiri tanpa bergantung pada popularitas capres atau partai besar di tingkat nasional.

Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Kamis, 26 Juni 2025.

Perludem mengajukan uji formil terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke MK. Dalam petitum, Perludem meminta MK memutus Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah atau pilkada.

Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan pada Kamis, 26 Juni 2025.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat menilai kinerja pemerintahan dalam hasil pemilu nasional. Dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim menilai pelaksanaan pemilu yang serentak menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.

Bahan Revisi UU Pemilu

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan pemerintah akan mempelajari dan berjanji mengakomodasi putusan MK tersebut. “Yang pasti, keputusan MK kan ultimate dan kami letakkan dalam konteks revisi (UU Pemilu) sebagai salah satu masukan,” kata Bima di IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis, 26 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.

Bima menegaskan putusan MK ini akan dipertimbangkan masuk ke proses revisi UU Pemilu. Namun dia mengatakan eksekusi dan implementasinya harus dipelajari dulu dengan sangat element. “Tapi sebelumnya kan sudah pernah ada ya masukan-masukan terkait pemisahan antara keadaan dan pemilu. Ya itu salah satu yang gencar disuarakan oleh teman-teman kampus dan pemerhati pemilu,” tuturnya.

 Adapun Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan putusan MK yang menyatakan pemilu nasional dan pemilu lokal harus dipisahkan dengan jeda waktu 2,5 tahun akan menjadi bahan bagi revisi UU Pemilu.

Politikus Partai NasDem ini menuturkan pihaknya pun harus mencari cara dan components yang paling tepat untuk menghadirkan pemilu nasional dan lokal, karena politik hukum nasional menjadi kewenangan konstitusional Komisi II DPR. “Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi salah satu fear bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti,” ujarnya di Jakarta, Kamis.

Jika putusan itu diterapkan, Rifqi menilai pemilu yang akan digelar selanjutnya, yakni pemilu nasional pada 2029 dan pemilihan lokal pada 2031. Maka, dia mengatakan jabatan-jabatan di tingkat lokal perlu ada transisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *