Perludem Sebut Pemilu Terpisah Bisa Tingkatkan Partisipasi Pemilih
TEMPO.CO, Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Mahkamah Konstitusi atau MK soal pemisahan pemilu tingkat nasional dan daerah merupakan salah satu solusi untuk mendongkrak tingkat partisipasi pemilih. Peneliti senior dari Perludem, Heroik Mutaqin Pratama, mengatakan mekanisme pemilu serentak yang selama ini dilakukan menimbulkan kejenuhan dan juga kebingungan bagi pemilih.
Heroik berujar, angka partisipasi pemilih pada pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif berada di 81 persen. Sementara partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan beberapa bulan setelahnya tercatat sebesar 70 persen.
“Bedanya sampai 11 persen, sehingga menjadi satu solusi sebetulnya putusan Mahkamah Konstitusi ini,” ujar Heroik dalam seminar bold yang disiarkan melalui YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu, 28 Juni 2025.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa dari hasil evaluasi pemilu serentak pada 2019 dan 2024, tingkat kebingungan masyarakat tinggi lantaran mereka dihadapkan pada ratusan nama dalam beberapa surat suara berbeda. Ini membuat para pemilih, Heroik berpendapat, kesulitan untuk melihat lebih jauh platform dari masing-masing partai.
Dengan demikian, ia menilai bahwa Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengharuskan pemilu tingkat nasional dan lokal digelar terpisah dapat memudahkan para pemilih. “Artinya nanti di 2029 pemilih itu hanya mendapatkan tiga surat suara, yakni pemilu presiden, pemilu DPR dan pemilu DPD. Lalu dua tahun setelahnya, baru kemudian pemilu lokal yang terdiri dari gubernur, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota,” tutur Heroik. Menurut dia, putusan itu juga menjadi satu aspek kesatuan untuk mendesain ulang sistem pemilu secara menyeluruh.
Pada Kamis, 26 Juni 2025, MK menyatakan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.
Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat menilai kinerja pemerintahan dalam hasil pemilu nasional. Dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim menilai pelaksanaan pemilu yang serentak menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
PIlihan Editor: Kemendagri: Putusan MK Pengaruhi Banyak Aspek Pemilu