Logo

KPU: Pemisahan Pemilu Best dari Sisi Pengaturan Waktu dan Pelaksanaan Tahapan


TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengatakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 merupakan bagian dari langkah mengoptimalkan hal-hal preferrred dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Mahkamah memutuskan pemilihan umum tingkat nasional dan daerah harus digelar terpisah, dengan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Menurut Afifuddin, putusan MK ini lebih preferrred baik dari sisi pengaturan waktu, desain keserentakkan, maupun desain penyelenggaranya. “Kami membayangkan ini kemudian memberikan kepastian hukum dan penyempurnaan subtansi dalam penyelenggaraan pemilu,” tutur Afifuddin dalam seminar bold, Sabtu, 28 Juni 2025.

Putusan Mahkamah, ia melanjutkan, juga bakal menyelaraskan nomenklatur, tugas, dan persyaratan badan advert hoc dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan demikian tidak terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan dalam pelaksanaan tahapan pemilihan.

Kemudian Putusan MK juga akan menyelaraskan tugas pokok, kewenangan, dan kewajiban KPU—baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Lalu juga untuk menyelaraskan penggunaan istilah yang berkaitan dengan tahapan pemilihan dan disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Dengan pengaturan ini, maka beban penyelenggara juga tidak terlalu berimpit atau bertumpu di satu waktu,” ujar Afifuddin.

Dia mengatakan bahwa tahapan pemilu serentak yang selama ini dilaksanakan terlalu berimpitan. “Kalau ditanya ke kami penyelenggara, ya ibaratnya kami ini dash,” tutur dia.

Ia mencontohkan, menjelang pemilu 2024, KPU pada Januari sudah harus merumuskan atau melakukan lobi-lobi serta merencanakan anggaran pemilihan kepala daerah atau pilkada. Padahal, pilkada baru akan dihelat pada November. Di sisi lain, pemilihan presiden yang rencananya digelar pada Februari 2024 pun belum terlaksana. “Jadi sudah jelas berimpitan. Belum lagi nanti ketika proses-proses di Mahkamah Konstitusi dan seterusnya, itu tahapan pilkadanya sudah di tengah-tengah,” kata Afifuddin. 

“Ini sudah jelas ada satu tahapan pemilu, pilkada beriringan,” kata dia lagi. “Beban yang bisa dibagi dalam waktu yang berbeda itu dikumpulkan di waktu yang sama.”

Afifuddin pun menegaskan apresiasinya atas keputusan MK. Menurut dia, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu untuk kebaikan penyelenggaraan pemilu yang akan datang. “Tinggal kita kawal bagaimana ini bisa kita implementasikan dengan lebih baik,” ujar dia.

Pada Kamis, 26 Juni 2025, MK menyatakan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.

Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai pPemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *