Logo

PSI Jakarta Nilai Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Permudah Kaderisasi Caleg


TEMPO.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum atau Pemilu nasional dan daerah harus terpisah. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jakarta menilai putusan tersebut mempermudah kaderisasi calon anggota legislatif atau caleg di masing-masing Pemilu.

Sekretaris Wilayah PSI Jakarta Geraldi Ryan Wibinata mengatakan partainya kini bisa bernapas lega setelah MK mewajibkan ada jeda antara Pemilu nasional dan lokal. “Kami punya lebih banyak waktu dan tenaga untuk mempersiapkan kader-kader kami supaya dapat berkompetisi dengan baik,” kata Geraldi dalam keterangan tertulis pada Ahad, 29 Juni 2025.

Geraldi menyebut selama ini partainya berhadapan dengan keterbatasan waktu, tenaga, dan sumber daya untuk menyalonkan kader-kadernya dalam Pemilu serentak. Sebab, caleg DPR RI dan DPRD harus mendaftarkan diri hingga berkampanye dalam waktu yang sama. “Hal itu mempersulit kami dalam menyiapkan rekan-rekan di partai untuk maju berkontestasi secara optimum,” tuturnya.

Geraldi mengklaim partai politik bisa menghasilkan calon-calon yang lebih baik lagi dengan pemisahan Pemilu nasional dan daerah. Dia menyebut PSI Jakarta akan memperkuat sistem rekrutmen para caleg dan juga calon-calon kepala daerah. PSI, kata dia, akan bersiap-siap menghadapi sistem baru pada musim Pemilu nasional dan daerah selanjutnya.

Pada Kamis, 26 Juni 2025 Mahkamah mengabulkan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem. Perkara ini menguji formil UU Pemilu. Dalam petitum, Perludem meminta MK memutus Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Dalam putusannya, MK memerintahkan pemilu untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah dilakukan paling lama 2,5 tahun setelah diselenggarakannya pemilu nasional yang memilih anggota DPR, DPD, dan presiden atau wakilnya.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, tahapan pemilihan yang berdekatan menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat untuk menilai kinerja pemerintahan, baik dari unsur eksektif maupun calon anggota legislatif.

Saldi melanjutkan, pemilu nasional yang berdekatan waktu penyelenggaraannya dengan pilkada akan menyebabkan masalah pembangunan di daerah tenggelam oleh isu nasional.

“Di tengah isu dan masalah pembangunan yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat harus tetap utama,” kata Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *