Logo

DPR Tanggapi Kisruh Pengelolaan Bersama Blok Ambalat dengan Malaysia


TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Komisi bidang Luar Negeri DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono meminta, pemerintah tetap memprioritaskan pendekatan conversation menyusul sikap legislator Malaysia yang tak menerima kesepakatan pengelolaan bersama Blok Ambalat.

“Kami percaya ini bisa diselesaikan dengan diplomasi,” kata Dave saat ditemui Pace di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Sabtu, 5 Juli 2025.

Kendati begitu, Dave belum dapat menentukan tindaklanjut apa yang akan dilakukan DPR ke depan, misalnya membuka komunikasi dengan parlemen di Kerajaan Malaysia untuk meluruskan persoalan yang terjadi di Ambalat.

“Saya belum bisa jawab lebih dalam karena belum mempelajari element kasusnya,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Sebelumnya legislator dari koalisi Partai Gabungan Rakyah Sabah Jeffrey Kitingan, menyatakan kekecewaannya terhadap kesepakatan yang diteken Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dengan Presiden Prabowo Subianto mengenai blok Ambalat.

Merujuk Malaymail, ia mengatakan, kesepakatan untuk mengelola bersama wilayah yang diklaim masuk dalam zonasi maritim Malaysia itu dilakukan tanpa melakukan komunikasi dengan masyarakat dan pemerintah negara bagian Sabah.

Kitingan juga berencana membawa persoalan ini ke parlemen Malaysia. Tujuannya, untuk meminta klarifikasi resmi Anwar Ibrahim yang diduga mengabaikan suara dan hak-hak masyarakat Sabah dalam kesepakatan pengelolaan blok Ambalat bersama Indonesia.

“Jika keputusan ini benar-benar dibuat tanpa berkonsultasi dengan Sabah, maka itu tidak baik. Ini adalah cara lain untuk mengabaikan hak-hak Sabah. Dan kami membutuhkan penjelasan,” katanya, 2 Juli 2025.

Sengketa Ambalat terjadi karena klaim tumpang tindih antara Indonesia dan Malaysia atas sebuah blok di Laut Sulawesi yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gasoline yang signifikan.

Wilayah ini terletak di dekat batas maritim antara Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia, dan Negara Bagian Sabah, Malaysia. Jakarta mengklaim wilayah Ambalat telah menjadi bagian dari kedaulatan RI sejak 1980.

Klaim ini mengacu pada Deklarasi Djuanda 1957 sebagai dasar hukum. Namun, Malaysia baru-baru ini mengklasifikasikan ulang wilayah tersebut dengan penamaan ND6 dan ND7 dalam zonasi maritimnya.

Klaim Malaysia mengacu pada putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2002 yang memberikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang sebelumnya dipersengketakan kedua negara kepada Malaysia. Merujuk putusan ICJ tersebut dan peta 1979, Malaysia berpandangan bahwa Blok Ambalat masuk dalam batas maritimnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo dan Anwar Ibrahim sepakat untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dan secara bersama-sama mengelola blok Ambalat dalam pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, 27 Juni 2025.

Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia dan Malaysia telah mencapai konsensus untuk menyelesaikan isu tersebut dan menjalin kerja sama di wilayah Ambalat. 

“Sambil menunggu penyelesaian hukum yang masih berjalan, kami telah sepakat untuk memulai kolaborasi ekonomi melalui kerangka pengembangan bersama,” ujar Prabowo dalam konferensi pers bersama. 

Keduanya berkomitmen untuk berbagi sumber daya alam yang ditemukan di wilayah maritim yang disengketakan. “Apa pun sumber daya yang ditemukan di laut, akan kami kelola dan manfaatkan bersama,” katanya.

Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *