Kenapa DPR Akan Bentuk Tim Khusus Awasi Penulisan Ulang Sejarah
MENTERI Kebudayaan Fadli Zon pada Jumat, 4 Juli 2025, mengatakan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) akan menggelar uji publik terhadap naskah penulisan ulang sejarah nasional Indonesia pada bulan ini (Juli 2025). Tujuan uji publik itu, kata dia, agar publik dan komunitas sejarawan dapat memberikan masukan terbuka atas hasil kerja tim akademisi yang menyusun sejarah bangsa dari masa prasejarah hingga generation kontemporer.
Untuk menyupervisi penulisan ulang sejarah tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membentuk tim khusus. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembentukan tim ini dilakukan guna memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
Dasco menyebutkan tim supervisi ini telah mendapatkan persetujuan dari Ketua DPR Puan Maharani. “Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan,” kata Dasco dalam keterangan tertulis pada Ahad, 6 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.
Menurut Dasco, tim khusus ini akan diisi oleh Komisi III DPR yang membawahi bidang hak asasi manusia (HAM), dan Komisi X DPR adalah mitra legislasi dari Kemenbud. Dia mengklaim alat kelengkapan Dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu akan bekerja secara profesional.
Dengan adanya tim supervisi, Ketua Harian Partai Gerindra itu berharap penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah tidak lagi menjadi polemik. Dia juga menjanjikan tim itu akan memberi perhatian khusus pada hal-hal yang menjadi kontroversi dalam penulisan ulang sejarah.
Pemerintah menargetkan penulisan ulang sejarah itu rampung pada 17 Agustus 2025 atau bertepatan dengan HUT kemerdekaan ke-80 RI. Dalam proses penulisannya, berbagai kalangan menolak proyek tersebut.
Penolakan tersebut antara lain karena pemerintah berencana menulis sejarah dengan tone positif, termasuk pada peristiwa-peristiwa kelam pelanggaran HAM. Teranyar, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk Fadli Zon saat sedang rapat kerja bersama Komisi X DPR pada Rabu, 2 Juli 2025.
Koalisi Sipil mengatakan interupsi ini merupakan aksi simbolik. “Untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon yang mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya,” kata salah seorang perwakilan koalisi, Jane Rosalina, saat ditemui setelah menginterupsi rapat.
Jane mengatakan koalisi sipil keberatan dengan proyek penulisan ulang sejarah yang sedang digarap Fadli Zon, terutama setelah Fadli Zon tak mengakui pemerkosaan massal sebagai peristiwa kelam pada kerusuhan Mei 1998.
“Kami hadir untuk mengecam serta memberi teguran kepada Fadli Zon agar meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya,” tutur Jane.
Puan Maharani Minta Tak Ada Jejak Sejarah Dihilangkan
Adapun Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan penulisan ulang sejarah harus jelas tanpa menghilangkan jejak sejarah dan merugikan pihak tertentu.
“Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya. Jadi saling menghormati lah terkait dengan hal itu ya, saling menghormati dan menghargai,” ujar Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Juli 2025.
Puan meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon tidak terburu-buru dalam menyelesaikan penulisan ulang sejarah Indonesia agar tidak ada fakta-fakta yang dihilangkan dalam proses penulisan. “Jangan terburu-buru, kita lihat fakta sejarahnya bagaimana,” kata dia.
Sebelumnya, Komisi X DPR memanggil Fadli Zon pada Rabu, 2 Juni 2025. Fadli diminta memberikan klarifikasi mengenai kekisruhan yang terjadi belakangan ini, termasuk soal penulisan ulang sejarah. Hal yang paling disorot adalah pernyataan Fadli bahwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 hanya rumor.
Dalam rapat bersama Komisi X DPR di Gedung Nusantara 1, Fadli mengatakan tujuan penulisan ulang sejarah adalah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum pernah tersampaikan dan menghadirkan narasi positif sebagai upaya pemersatu bangsa di tengah perbedaan.
“Jadi tone-nya kita positif juga, mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika, gerakan nonblok, dan lain-lain gitu ya. Kita berharap sejarah ini sebagai pemersatu bangsa kita dari berbagai masing-masing perbedaan,” ucapnya.
Fadli mengatakan penulisan sejarah oleh Kementerian Kebudayaan bertujuan menuliskan kembali narasi sejarah yang belum lengkap agar generasi berikutnya bisa lebih mengenal sejarah dari perspektif Indonesia.
Politikus Partai Gerindra ini juga menyebutkan penulisan sejarah untuk memperbarui apa yang telah ditulis dan mengisi kekosongan tulisan sejarah sejak 26 tahun terakhir atau sejak generation Presiden B.J. Habibie. Pembaruan ini termasuk mencari temuan information hukum, hingga peninggalan yang bersifat arkeologis untuk menguatkan fakta sejarah.
“Kita replace ini termasuk temuan-temuan yang bersifat arkeologis, temuan sejarah yang lain, dan tone positif di dalam sejarah kita, dan perspektif Indonesia,” ujarnya.
Dede Leni Mardianti, Dian Rahma Fika, Dandi Bajuddin, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Jejak Perselisihan Dedi Mulyadi dan Rizieq Syihab