Logo

Komisi III DPR: RUU KUHAP Memuat 334 Pasal dan 10 Substansi Pokok


TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memaparkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP yang tengah dibahas DPR memuat lebih dari 334 Pasal.

“Secara keseluruhan memuat 334 Pasal dan 10 substansi pokok,” kata Habiburokhman di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 8 Juli 2025.

Dia menjelaskan, 10 substansi pokok yang terdapat dalam pembahasan ini, antara lain penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru, yaitu restoratif, rehabilitatif, dan restitusi.

Kemudian, kata dia, yaitu terkait dengan penguatan hak tersangka, terdakwa, dan terpidana. Serta penguatan peran advokat guna menjamin keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.

“Ada juga penguatan hak dan perlindungan perempuan, disabilitas, dan kelompok lanjut usia,” ujar Habiburokhman.

Lalu, dia melanjutkan, substansi juga mencakup perbaikan pengaturan terkait mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang efektif, efisien, dan akuntabel berdasarkan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan due procedure regulation.

Habiburokhman mengatakan, terdapat juga pengaturan komprehensif tentang upaya hukum dan penguatan terhadap asas filosofi hukum acara pidana yang didasarkan pada penghormatan HAM, dan penguatan prinsip test and balances.

“Selanjutnya, penyesuaian dengan perkembangan hukum yang sesuai dengan Konvensi antikekerasan Hak Politik dan Sosial, perlindungan saksi dan korban, dan perkembangan mekanisme praperadilan,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Masih dalam substansi ini, kata dia, terdapat pula upaya modernisasi hukum acara yang lebih mengedepankan prinsip cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel termasuk pemanfaatan teknologi informasi.

“Terakhir, revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum melalui pola koordinasi yang lebih setara,” ucap dia.

Habiburokhman mengklaim, RUU KUHAP tak akan menyebabkan perluasan kewenangan bagi aparat. Sebab, pembahasannya akan berfokus pada implementasi keadilan restoratif, penguatan hak-hak warga negara yang berhadapan dengan hukum, serta penguatan peran advokat yang mendampingi warga.

“Jadi, tidak ada mengurangi, menggeser, memperbesar, dan mengalihkan kewenangan aparat penegak hukum,” katanya.

Adapun, RUU KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

DPR telah resmi menerima DIM RUU KUHAP dari pemerintah pada hari ini. Masalahnya, DPR belum membuka isi DIM RUU KUHAP yang dibuat oleh pemerintah.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR tidak akan mengebut RUU KUHAP. Dia menjanjikan pembahasan RUU KUHAP dilaksanakan secara terbuka dan memberi ruang partisipasi publik. Salah satunya menampilkan perkembangan pembahasan RUU KUHAP di laman yang disediakan.

“Dalam masa sidang ini kami akan minta kepada komisi terkait untuk bahas, karena partisipasi masyarakat, baik dalam pemerintah menyusun DIM, itu dirasa sudah cukup,” kata Dasco pada Kamis, 26 Juni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *