Soal Penulisan Ulang Sejarah, Anies Baswedan: Jangan Dikurangi atau Dilebihkan
TEMPO.CO, Jakarta – Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan periode 2014-2016 Anies Rasyid Baswedan menyoroti soal objektivitas dalam proyek penulisan ulang sejarah yang tengah digarap pemerintah. Anies mengatakan pemerintah perlu memastikan bahwa penulisan sejarah itu tidak meninggalkan atau menambahi suatu peristiwa di masa lalu.
“Penting untuk tidak mengurangi dan juga tidak menambah, tapi lengkap apa adanya, sehingga sejarah menjadi pelajaran,” kata Anies saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Minggu, 13 Juli 2025.
Menurut Anies, penulisan sejarah yang berdasarkan prinsip objektifitas berarti memastikan kelengkapan atas semua peristiwa yang terjadi. Hal itu pun berlaku meski Indonesia memiliki catatan sejarah yang kelam.
Anies berpesan agar bangsa Indonesia mengakui semua sejarah yang ada. “Keberhasilan jadi kebanggaan, kekurangan jadi bahan untuk koreksi. Itulah perjalanan bangsa. Manusia juga begitu, ada prestasi, ada mungkin kalian frustasi, dan itu bagian jadi sejarah pribadi,” ujar eks gubernur Jakarta tersebut.
Anies mengatakan bangsa manapun di dunia juga memiliki masa jaya sehingga ada prestasi yang bisa dibanggakan. Namun, di sisi lain ia tak memungkiri setiap negara memiliki permasalahan di masa lalu yang harus dikoreksi. Dengan demikian, baik dan buruknya menurut Anies harus sama-sama diakui dalam sejarah.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta pemerintah tidak tergesa-gesa dalam menuliskan ulang sejarah. Kementerian Kebudayaan menargetkan proyek penulisan sejarah rampung pada Agustus 2025.
Namun, penulisan itu menuai perlawanan dari koalisi masyarakat sipil dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) karena dianggap upaya memutihkan sejarah. Puan pun menyerukan agar pemerintah tak mengabaikan protes tersebut. “Jangan terburu-buru, kita lihat lagi bagaimana fakta sejarah yang ada,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Adapun Menteri Kebudayaan Fadli Zon memastikan bahwa penulisan ulang sejarah tetap berlanjut sesuai rencana. Kendati diprotes, Fadli menyatakan bahwa naskah sejarah baru akan diujikan ke publik pada 20 Juli 2025 dan ditargetkan rampung pada 17 Agustus, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-80 tahun.