Suara Indonesia untuk Dunia yang Adil dan Beradab
INFO NASIONAL – Pidato Megawati Soekarnoputri dalam Forum Global Civilizations Dialogue yang berlangsung di Wisma Tamu Negara Diaoyutai, Beijing, Cina, pada Kamis, 10 Juli 2025 menggugah kesadaran tentang cita-cita mewujudkan dunia yang adil dan beradab. Di depan 600 delegasi dari 144 negara, Megawati yang didaulat menjadi pembicara pertama, mengingatkan tentang sejarah penjajahan dan perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang seharusnya menjadi fondasi solidaritas global untuk melawan ketidakadilan modern.
Megawati mengajak dunia tidak melupakan akar perjuangan bangsa-bangsa Global South. Dia menyuarakan bahwa semangat Dasa Sila Bandung yang lahir dari Konferensi Asia Afrika 1955 belum tuntas, khususnya dalam konteks penderitaan Palestina. “Dunia telah melesat maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi sayangnya, hati nurani kolektif kita belum seluruhnya sadar dan bergerak melihat penderitaan bangsa Palestina,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kesempatan itu, Megawati mengangkat kembali pidato Presiden Soekarno di Sidang Umum PBB pada 30 September 1960 yang berjudul “To Build the World Anew“. Megawati menekankan bahwa dunia baru harus dibangun di atas nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, bukan kekuatan senjata atau dominasi ekonomi. Megawati menyebut Pancasila bukan hanya doktrin nasional, melainkan bisa menjadi kerangka etik global.
Kelima sila dipaparkannya sebagai dasar moral yang dapat menyatukan dunia di tengah keretakan dan konflik internasional. Megawati menguraikan kelima sila Pancasila, yakni Ketuhanan sebagai dasar spiritual universal umat manusia; Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menolak rasisme, penjajahan, dan kekerasan; Persatuan, yang menolak politik pecah belah dan mendukung persaudaraan dunia. Musyawarah dan Mufakat, yang menghormati partisipasi, bukan dominasi; dan Keadilan sosial, sebagai cita-cita kesejahteraan bersama umat manusia. Lima sila Pancasila diuraikan sebagai nilai-nilai universal -dari spiritualitas, keadilan, persatuan, partisipasi, hingga kesejahteraan sosial.
“Presiden Soekarno percaya bahwa jika kita ingin menyelamatkan dunia dari kehancuran, maka kita harus menyusun ulang tata dunia baru ini dari dasar atau fundamen, bukan hanya menambalnya. Dan fundamen itu, bagi bangsa kami, adalah Pancasila yang nilai-nilainya juga bersifat universal,” tutur Megawati. “Dunia baru yang beliau (Bung Karno) maksud adalah dunia yang dibangun bukan di atas senjata, tetapi di atas nilai-nilai luhur kemanusiaan.”
Sebagai puncak dari pidatonya, Megawati mengusulkan lahirnya “Piagam Masa Depan Bersama” atau “Charter for Our Shared Future” sebagai deklarasi etik universal antarbangsa. Deklarasi global ini berisi lima prinsip utama. Pertama, penghormatan terhadap keberagaman budaya dan dialog antarbangsa; kedua, penegakan martabat dan kebebasan manusia secara utuh; ketiga, keseimbangan pembangunan material dan spiritual; keempat, tanggung jawab kolektif menjaga bumi dan perdamaian dunia; dan kelima, penolakan terhadap eksploitasi sumber daya dan segala bentuk ketidakadilan.
Megawati menegaskan, piagam ini bukan sekadar wacana moral, melainkan peta jalan menuju budaya baru, budaya perdamaian. “Kita harus membangun jalan peradaban yang adil dan damai bagi generasi baru manusia di dunia,” kata Megawati.
Setelah Megawati, giliran Presiden keempat Namibia, Nangolo Mbumba; mantan Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama; mantan Perdana Menteri Mesir, Essam Sharaf; mantan Perdana Menteri Belgia, Yves Leterme; dan mantan Perdana Menteri Nepal, Jhala Nath Khanal menyampaikan pidato.
Forum Global Civilizations Dialogue ini merupakan inisiatif Pemerintah Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang mengangkat tema “Safeguarding Diversity of Human Civilizations for World Peace and Development”. Di tengah kegamangan dunia akibat konflik global, rivalitas geopolitik, dan krisis kemanusiaan, pidato Megawati Soekarnoputri di Beijing menjadi suara moral dari Global South. Dia mewakili warisan kepemimpinan Soekarno dan menyerukannya kembali untuk dunia, bahwa tatanan global yang adil dan beradab masih mungkin dibangun selama ada keberanian untuk berdiri di atas kebenaran, solidaritas, dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Ke Tiongkok, Kembali ke Rumah
Presiden kelima RI yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri kedua) disambut Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun ditemani istri, mantan Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok Imron Cotan, Dewan Pakar BPIP Darmansjah Djumala, Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey, Ketua DPP PDIP Bidang Luar Negeri Ahmad Basarah, dan Wakil Dirjen Biro Asia Tenggara dan Asia Selatan IDCPC Xu Min di Bandara Internasional Capital Beijing saat tiba di Beijing, China, Selasa, 8 Juli 2025. DOK. ISTIMEWA
Tiba di Beijing pada Selasa malam, 8 Juli 2025, Megawati disambut hangat oleh Duta Besar RI untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun, mantan Dubes Imron Cotan, dan Wakil Direktur Jenderal Biro Asia Tenggara dan Asia Selatan IDCPC, Xu Min. Bendahara Umum PDI Perjuangan, Olly Dondokambey beserta sejumlah tokoh partai, serta Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Darmansjah Djumala dan pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, turut mendampingi Megawati.
Kendati sedang mengalami flu ringan, Megawati tetap menyapa satu per satu penyambutnya dengan senyum dan salam hangat. Dia mengenakan batik motif kawung merah sebagai simbol kebangsaan dan kerakyatan yang tetap dijaga dalam diplomasi.
Megawati kembali menginjakkan kaki di Beijing setelah terakhir berkunjung pada Juli 2019. Dia menyampaikan rasa emosionalnya terhadap Tiongkok sebagai negara yang memiliki hubungan historis dengan Indonesia, sejak masa Presiden Soekarno. Sebab, sewaktu kecil Megawati diajak ayahandanya Presiden Pertama RI Soekarno melawat ke Beijing.
“Kalau saya pergi ke Tiongkok, saya merasa seperti kembali ke rumah saya sendiri,” tuturnya. “Saya banyak mengenal Tiongkok dari ayah saya, Bung Karno.”
Dalam kunjungan ke kantor Departemen Hubungan Internasional Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok (IDCPC) pada Rabu, 9 Juli 2025, Megawati bertemu Menteri IDCPC, Liu Jianchao. Pertemuan ini berlangsung dalam suasana hangat, penuh nuansa budaya dan simbol persahabatan.
Menteri Liu yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia periode 2012-2014, mengenakan batik pemberian Megawati dari kunjungan ke Jakarta pada Januari 2025. Candaan ringan tentang batik membuka perbincangan hangat. “Ternyata Bapak lebih ganteng kalau pakai batik,” ucap Megawati berseloroh. Dialog di antara keduanya diselingi penampilan seni dan pemberian lukisan bunga mawar merah kepada Megawati.
Liu juga menyerahkan buku tata kelola pemerintahan Xi Jinping, lengkap dengan tanda tangan Presiden Xi serta pesan pribadi. Presiden Xi Jinping menyebut Megawati sebagai “sahabat lama rakyat Tiongkok” yang telah banyak berkontribusi terhadap hubungan bilateral kedua negara.