Sejarah Penetapan Hari Jadi Kota Manado 14 Juli
TEMPO.CO, Jakarta – Kota Manado hari ini merayakan hari jadinya yang ke-402. Dikenal sebagai kota terbesar kedua di Pulau Sulawesi setelah Makassar, Manado tidak hanya mempesona lewat keindahan alamnya, tetapi juga menyimpan sejarah panjang yang membentuk identitasnya sebagai pusat pemerintahan, budaya, dan pariwisata di Sulawesi Utara.
Menurut laman manadokota.go.id, penetapan hari ulang tahun Kota Manado jatuh pada 14 Juli 1623, dan merupakan hasil rumusan dari tiga peristiwa penting: unsur historis, unsur yuridis, dan unsur heroik. Tahun 1623 dipilih sebagai representasi historis, merujuk pada momen saat nama Manado mulai digunakan dalam surat-surat resmi oleh bangsa Eropa. Bulan Juli diambil dari momen yuridis, yaitu saat dikeluarkannya Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada Juli 1919 yang menetapkan Gewest Manado sebagai Staatsgemeente. Sedangkan angka 14 diambil dari peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946, simbol perlawanan pemuda Manado terhadap kembalinya penjajahan Belanda pasca Proklamasi.
Penetapan resmi hari jadi Kota Manado sebagai 14 Juli 1623 diumumkan pada tahun 1989 dan hingga kini terus diperingati setiap tahunnya.
Asal-Usul Nama Manado
Nama Manado sendiri tidak memiliki satu versi tunggal. Asal-usulnya masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan akademisi. Sebelum dikenal sebagai Manado, wilayah ini bernama Wenang, bagian dari Minahasa, hingga tahun 1947. Nama Manado diyakini berasal dari Pulau Manado (kini dikenal sebagai Manado Tua) yang terletak di sebelah barat kota.
Terdapat dua versi dominan soal perubahan nama Wenang menjadi Manado. Versi pertama menyebut perubahan ini dilakukan oleh bangsa Spanyol pada tahun 1682. Namun versi lain menyatakan bahwa Belanda-lah yang mengganti nama tersebut, merujuk pada keberadaan VOC dan catatan Robertus Padtbrugge, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang mengunjungi wilayah ini pada 1682.
Nama Kota Manado tercatat dalam berbagai variasi dalam dokumen-dokumen asing, Portugis menyebut Moradores, Spanyol menyebut Manados, Belanda mencatat Manadorezen atau Manado’s Gebied, sementara peta dunia tahun 1541 oleh Nicolaas Desliens dari Prancis mencantumkan Manado yang kemungkinan berasal dari informasi pelaut Portugis Simao d’Abreu.
Meski ditulis berbeda, semua penyebutan itu merujuk pada wilayah yang sama. Dalam dialek lokal, masyarakat Tombulu menyebutnya Manaror, Tontemboan menyebut Manarow, dan etnis Sangihe mengenal sebagai Manaro, semuanya bermakna negeri yang jauh atau dijauh.
Catatan sejarah lokal juga menyebut bahwa sebelum dikenal sebagai Manado, wilayah ini disebut Pogidon, berasal dari nama tokoh leluhur Bantik, Opo Gidon. Pogidon kerap dianggap identik dengan Wenang, padahal keduanya merupakan pemukiman berbeda. Pogidon adalah bagian dari wilayah Wenang, yang dahulu dipenuhi pohon Macaranga Hispida atau pohon Wenang (dalam bahasa Bantik disebut Benang).
Pilihan editor: Andrei Angouw Resmi Pimpin Manado