Franz Magnis-Suseno Kritik Penetapan Hari Kebudayaan, Jangan Buat Kebijakan Asal Bapak Senang
TEMPO.CO, Jakarta — Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Franz Magnis-Suseno mengkritik penetapan Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober. Dia mengatakan penetapan hari seperti itu seharusnya melibatkan banyak elemen masyarakat. “Tidak bisa ditetapkan oleh suatu kementerian begitu saja,” kata rohaniawan Katolik itu ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Dia khawatir penetapan Hari Kebudayaan Nasional ini dijadikan alat politik oleh kelompok penguasa. Terlebih lagi, 17 Oktober bertepatan dengan hari kelahiran Presiden Prabowo Subianto. “Jangan sampai penetapan hari seperti itu malah menjadi penyelewengan politik dengan menguntungkan segi-segi politik tertentu,” ucapnya.
Romo Magnis juga meragukan bila penetapan Hari Kebudayaan berbarengan dengan hari lahir Prabowo sebagai sesuatu yang kebetulan. Apalagi, kata dia, penetapan Hari Kebudayaan ini dibuat oleh individu yang dekat dengan Kepala Negara. “Jangan membuat kebijakan asal Bapak senang, begitu,” ucap Romo Magnis. “Jadi, ini suatu preseden yang perlu dicegah.”
Penetapan Hari Kebudayaan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tentang Hari Kebudayaan. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, tanggal itu dipilih karena bertepatan dengan pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Penetapan Lambang Negara.
Fadli menuturkan, hari itu adalah momen penting di mana Presiden Sukarno meresmikan Garuda Pancasila sebagai lambang negara, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari identitas bangsa. “Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman,” kata dia melalui keterangan tertulis pada Senin, 14 Juli 2025.
Adapun gagasan penetapan Hari Kebudayaan, menurut Fadli, mulanya diusulkan oleh kalangan seniman dan budayawan dari Yogyakarta. Perkumpulan itu terdiri atas para maestro tradisi dan kontemporer. Mereka, kata Fadli, telah melakukan kajian sejak Januari 2025. “Lalu disampaikan ke Kementerian Kebudayaan setelah beberapa kali diskusi mendalam,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Sejumlah seniman yang tergabung dalam Tim 9 Garuda Plus menghadiri rapat dengar pendapat bersama anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yogyakarta, Ahmad Syauqi Soeratno, di lantai 3 Gedung DPD Yogyakarta pada 26 Mei 2025. Rapat itu membahas usulan penetapan hari kebudayaan. Adapun .