RUU KUHAP Tandingan dari Koalisi Sipil, Bagaimana Respons DPR dan Pengamat?
TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah organisasi masyarakat sipil termasuk YLBHI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Jakarta, Amnesty World Indonesia, hingga Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengajukan Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP tandingan dan mendesak agar revisi KUHAP dilakukan dengan lebih terbuka, partisipatif, dan substansial.
Bahkan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP itu menggelar debat terbuka Rancangan Undang-Undang tentang KUHAP (RUU KUHAP) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini, Senin, 14 Juli 2025.
Dalam schedule tersebut, koalisi mengundang Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, serta Presiden Prabowo Subianto. Namun hingga debat publik dimulai, tidak ada satu pun yang datang.
Respons DPR dan Pengamat
1. Ketua Komisi III DPR
Di tempat lain, Ketua Komisi Hukum DPR Habiburokhman justru meminta koalisi untuk berdiskusi di dalam ruangan komisinya. Dia berujar, hal itu lebih tepat dilakukan karena gedung parlemen merupakan rumah rakyat.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan komisinya bakal menunggu koalisi bila ingin berdiskusi soal revisi KUHAP di dalam ruangannya. “Lebih baik datang ke sini, yang ngomong semua partai. Nanti partai tinggal menyampaikan ke fraksi masing-masing,” kata Habiburokhman, Senin, 14 Juli 2025.
Dia juga menilai bahwa diskusi soal revisi KUHAP di dalam ruang Komisi III lebih nyaman ketimbang berdebat di pinggir jalan. “Kami membuka diri kalau ada yang ingin memberi masukan,” ucapnya.
Salah satu persoalan dalam naskah daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU KUHAP yang disorot adalah tentang izin hakim dalam upaya paksa penangkapan dan penahanan oleh penyidik. Peneliti Institute for Felony Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari, mengatakan DIM revisi KUHAP memang mencantumkan kewajiban penyidik untuk memperoleh izin dari hakim setempat sebelum melakukan upaya penangkapan dan penahanan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan proses pembahasan undang-undang di DPR RI harus diperbaiki agar ada kejujuran dan membangun kepercayaan dari masyarakat.
Menurut dia, ada draf RUU tersebut yang tiba-tiba muncul tanpa adanya pembahasan terbuka. Draf yang ia terima itu pun menimbulkan banyak pertanyaan karena cenderung membuka potensi abuse of energy yang bisa dilakukan aparat dalam penyidikan. Untuk itu, dia mendesak agar Komisi III DPR RI hati-hati dalam membahas RUU tersebut agar bisa menghadirkan penyelesaian bagi masalah-masalah penegakan hukum yang kerap timbul sehari-hari.
Menurutnya, pembahasan RUU KUHAP tersebut harus bisa menampung aspirasi seluruh elemen masyarakat agar masalah-masalah yang selama ini tertampung bisa tertangani. Jangan sampai, kata dia, pembahasan RUU tersebut dikejar waktu, tapi tidak menyelesaikan masalah. “Ada gambaran yang disampaikan bahwa DPR punya ruang yang terbatas, ada pembicaraan seolah-olah berat untuk mencapai sesuatu yang superb. Nah kami tidak menghendaki hal seperti itu,” kata dia, dikutip dari Antara, Selasa, 8 April 2025.
3. Peneliti ICJR Iftitahsari
Peneliti Institute for Felony Justice Reform (ICJR) Iftitahsari mengatakan draf RKUHAP versi DPR in keeping with Maret 2025 sudah jauh berbeda dari draf tahun-tahun sebelumnya, yang dinilai lebih progresif. Ia juga mengkritik daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan pemerintah kepada DPR.
Menurutnya, DIM itu tidak mengakomodasi pelindungan hak asasi manusia, mekanisme saling kontrol atau exams and balances, dan memastikan keberimbangan dalam proses peradilan pidana.
Itulah yang menjadi alasan Koalisi merumuskan draf tandingan RKUHAP. “Teman-teman koalisi masyarakat sipil melihat langkah yang lebih penting dan lebih strategis adalah kami punya draf tandingan sendiri. Kami membuat draf yang bisa kami usulkan ke para pembuat kebijakan,” kata Tita, demikian sapaan akrabnya, saat konferensi pers Koalisi di Jakarta Pusat pada 8 Juli 2025.
Nabiila Azzahra, Oyuk Ivani Siagian, Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan editor: Komnas Perempuan Usulkan Perluasan Peran Penuntut Umum dalam RUU Kuhap