Pekan MPLS, Apa Beda MPLS Sekolah Rakyat dengan Sekolah Umum?
Berbeda dengan sekolah umum, dalam struktur pengelolaan sekolah rakyat, Kementerian Sosial menjadi penanggung jawab utama operasional sekolah. Sejumlah kementerian lain turut terlibat sebagai tim pembina dan pengarah, seperti Kementerian Koordinator PMK, Kemendikbudristek, Kementerian Agama, Kementerian PUPR, Kemenkes, hingga Kemenkeu.
Regut Sutrasto mengatakan MPLS di sekolah rakyat mengusung prinsip empati sebagai inti kegiatan. “Kalau kami pendekatannya adalah pendekatan empati. Kami tumbuhkan rasa kasih sayang karena kami adalah pengganti orang tua di sini,” kata Regut dalam pembukaan MPLS di sekolahnya di kawasan Bambu Apus,
Regut mengatakan anak-anak di sekolah rakyat perlu pendekatan yang ramah. Pengasuh dan guru di sekolah perlu mengayomi agar anak-anak merasa nyaman dengan lingkungannya. Pendekatan empati itu, kata dia, diterapkan dalam seluruh rangkaian MPLS yang dijadwalkan berlangsung selama lima hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga pada pembentukan karakter dan pola hidup teratur bagi para siswanya. Untuk itu, sekolah mengajarkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat sebagai rutinitas.
Tujuh kebiasaan tersebut meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, aktif bermasyarakat, serta tidur tepat waktu. Gerakan ini diluncurkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menanamkan pola hidup disiplin dan karakter unggul pada anak-anak.
Di lingkungan Sekolah Rakyat, kebiasaan ini diterapkan secara konsisten. Para siswa tinggal di asrama dan menjalani rutinitas terjadwal mulai pukul 04.00 WIB. Mereka diajak melaksanakan ibadah subuh, dilanjutkan olahraga pagi, sarapan bergizi, hingga mengikuti pembekalan materi.
“Setidaknya dengan diasramakan, pola hidup anak-anak kita akan lebih teratur, sesuai dengan tujuh kebiasaan (Anak Indonesia Hebat) yang tadi disampaikan,” ujarnya.
Pada kegiatan Kegiatan MPLS para siswa diperkenalkan pada fasilitas sekolah dan cara merawatnya, memahami tata tertib, serta menjalani orientasi jadwal harian. “Untuk hari pertama, anak-anak mengikuti launching daring bersama kementerian, lalu ada tes kesehatan dan kebugaran untuk mengecek kondisi fisik mereka,” kata Regut.
Terdapat 75 siswa yang menjalani MPLS di SRMP 6 Jakarta, mereka akan dibagi menjadi tiga rombongan belajar. Seluruh siswa tinggal di asrama dengan pendampingan enam wali asuh dan dua wali asrama.
Regut menekankan bahwa sistem asrama bukan sekadar tempat tinggal, melainkan bagian dari proses pembentukan karakter. “Setidaknya dengan diasramakan, pola hidup anak-anak kita akan lebih teratur. Ini sesuai dengan salah satu dari tujuh kebiasaan yang ingin kita tanamkan,” ujarnya.
Meski demikian, pihak sekolah tetap memberi ruang bagi orang tua untuk menjenguk. “Pasti akan ada jadwal khusus agar orang tua bisa melepas rindu,” kata dia.
Salah satu siswa, Herlina Putri, mengaku antusias menjalani hari-hari pertamanya di sekolah rakyat. Anak seorang nelayan ini merasa betah tinggal di asrama karena fasilitas yang lengkap dan lingkungan yang nyaman. “Dapat kartu, peralatan mandi, lemari, sama meja belajar satu-satu. Banyak teman baru juga,” katanya tersenyum.
Dicky Kurniawan dan Dinda Shabrina bekontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan editor: Pro dan Kontra Pelaksanaan MPLS di Lingkungan Asrama