ICJR: Revisi KUHAP Minim Kontribusi Akademisi dan Transparansi
TEMPO.CO, Jakarta – Institute for Legal Justice Reform mengkritik proses legislasi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Plt. Direktur Eksekutif ICJR, Maidina Rahmawati, revisi dilakukan secara tergesa-gesa, tertutup, dan hanya melibatkan sebagian kecil suara publik.
Pilihan editor: Kisaran Biaya Politik Calon Kepala Daerah
Maidini juga melihat proses legislasi revisi KUHAP oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) minim transparansi dan tergesa-gesa. “Akses publik baru dibuka 8 Juli 2025, dan pembahasannya hanya berlangsung dua hari, 9 dan 10 Juli 2025” kata Maidina dalam diskusi publik yang digelar Pusat Information dan Informasi HAM dan Ikatan Wartawan Hukum, di Lodge Sofyan, Jakarta Pusat, Jumat, 18 Juli 2025.
Menurut dia, DPR hanya membahas sekitar 4 persen dari keseluruhan isu yang masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). Maidina menyatakan bahwa sebagian besar masukan dari pihak luar tidak diakomodasi, padahal mereka sebelumnya diminta untuk menelaah draf revisi tersebut. “Yang dibahas bukan 1.600 DIM. dipilih DIM yang mana itu hanya 68 isu. Yang mana itu cuma 4 persen dari DIM,” katanya.
Dalam diskusi itu, ia juga menyinggung soal akademisi yang dilibatkan dalam kajian awal revisi, namun kemudian tidak diajak dalam tahap finalisasi. Ia menyebut hal ini sebagai gambaran nyata bagaimana proses legislasi mengabaikan kontribusi ilmiah dan menutup ruang bagi partisipasi publik yang bermakna.
“Kalau saya sih pribadi bercandanya, akademisi yang sudah gelarnya profesor saja digituin, kita be expecting apa sama masyarakat sipil yang cuma punya fear untuk memonitoring proses pembahasannya,” ucapnya.
Kritik ICJR juga mencakup isu representasi kelompok masyarakat. Maidina menilai tidak semua kelompok terdampak dilibatkan. “Yang lain enggak dilibatkan. Yang lain bahkan enggak tahu kalau ada pembahasan. Ini masalahnya keterbukaan,” ujarnya.
Ia menyebut kondisi ini membuka peluang terjadinya penyusunan undang-undang yang cenderung menyimpang dari prinsip akuntabilitas dan akseptabilitas publik.
Menanggapi kritik tersebut, dalam discussion board yang sama, anggota Komisi III DPR, Hasbiallah Ilyas, menyatakan bahwa DPR masih membuka ruang untuk masukan dari masyarakat. “Kami masih menerima masukan-masukan yang ada,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa proses legislasi tidak akan diulang dari awal. “Enggak mungkin kita mau ulang lagi dari awal tuh, menurut saya rasa. Enggak mungkin,” katanya.
Pilihan editor: Jawaban Guntur Romli soal Jadwal Kongres PDIP