KPAI : Pesta Pernikahan Anak Dedi Mulyadi Mirip Tragedi Bola di Kanjuruhan Malang
TEMPO.CO, Garut – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus pesta pernikahan anak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan anak Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto, mirip dengan peristiwa tragedi sepak bola di stadion Kanjuruhan, Malang, pada 2022 lalu.
Alasannya, terdapat anak yang menjadi korban tewas dan luka karena terhimpit dalam kericuhan di tempat publik. “Peristiwa ini adalah berulang dari kejadian sebelumnya dan tidak ada pembelajaran, sehingga menimpa ananda kita (Vania),” ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra di rumah duka Vania, Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Sabtu, 19 Juli 2025.
Pesta rakyat dengan time table makan free of charge pada pernikahan Maula Akbar dengan Wakil Bupati Garut Luthfianisa Putri Karlina, di gedung Pendopo, Jumat 18 Juli 2025, mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan 27 orang luka-luka. Dua diantaranya warga sipil yakni Vania Aprilia, 8 tahun dan Dewi Jubaedah 61 Tahun. Sedangkan korban lainnya yakni anggota polisi, Bripka Cecep Saeful Bahri, 39 tahun.
Menurut Jaspar, tragedi tewasnya Vania ini cukup miris karena kegiatan tersebut melibatkan unsur pemerintahan daerah. Apalagi dalam video yang beredar, pola pengamanan yang dilakukan pihak penyelenggara tidak ada kebijakan untuk melindungi kelompok rentan seperti anak, lansia, dan ibu hamil. Semua orang berbaur dalam kerumunan dengan kondisi berdempetan.
Standar operasional prosedur (SOP) keselamatan bagi anak dan kelompok rentan pada keramaian di tempat publik, dapat dibuat dengan menyediakan jalur khusus. “Bila terjadi peristiwa sudah diantisipasi atau kelompok rentan menjadi prioritas utama untuk dievakuasi,” ujar Jaspar.
Karena itu, KPAI meminta kepolisian untuk mengambil langkah hukum untuk mengungkap kasus ini. Kejadian ini pun merupakan delik pidana umum yang tidak hanya mengandalkan laporan dan aduan. Kematian anak dalam pesta pernikahan menjadi bagian fakta hukum yang tidak bisa dipungkiri.
Jaspar pun meminta tim penyelidik dari kepolisian untuk melakukan pendekatan hukum dengan mengacu pada undang-undang nomor 35 tahun 2014. Alasannya karena adanya anak yang menjadi korban tewas dan luka dalam kerusuhan tersebut. “Pekan depan akan ada tim ke Garut, kami juga akan berkomunikasi dengan kepolisian,” ujarnya.
Komisi Perlindungan Anak juga menilai Kabupaten Garut belum layak menjadi daerah ramah anak. Pasalnya hingga kini pemerintah daerah tidak cepat tanggap dalam mengatasi tragedi ini. Padahal sedikitnya terdapat empat anak yang memerlukan pendamping psikolog karena ditinggal tewas keluarganya.
Mereka di antaranya tiga anak anggota polisi Polres Garut dan kakak kandung Vania. “Tragedi ini menjadi duka mendalam bagi anak-anak Indonesia menjelang peringatan hari anak pada 23 Juli 2025 mendatang,” pungkas Jaspar.
Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina, meminta maaf atas tewasnya tiga warga dalam pesta pernikahan dirinya. Apalagi salah satu korbannya merupakan kelompok rentan yakni anak dan lansia.
“Ini menjadi PR besar bagi saya. Ini tanggung jawab saya sebagai pemimpin untuk membawa Garut lebih baik. Hari ini yang salah bukan satu dua orang, saya punya kesalahan sendiri. Ini menjadi tanggungjawab bersama untuk memperbaiki,” ujarnya.
Pilihan editor: Jokowi Yakin PSI Jadi Partai Besar pada 2034