Ramai-ramai BEM dari Berbaga Kampus Keluar dari Aliansi
TEMPO.CO, Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah kampus menyatakan keluar dari keanggotaan aliansi BEM Seluruh Indonesia Kerakyatan (BEM SI Kerakyatan). Setelah BEM Universitas Gadjah Mada dan Universitas Diponegoro, kini giliran BEM Universitas Sultan Agung di Semarang Jawa Tengah dan Universitas Tanjungpura di Pontianak menyatakan ke luar dari aliansi BEM SI Kerakyatan
Presiden BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Sultan Agung, Wiyu Ghaniy Allatif Yudistira, mengatakan musyawarah nasional BEM SI yang berlangsung di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat pada 13–19 Juli 2025 itu menjadi pemicu sejumlah BEM keluar dari aliansi. Wiyu menilai musyawarah nasional itu sudah menjauhi substansi gerakan mahasiswa sebab lebih banyak berbau intervensi politik sekelompok orang di saat acara berlangsung.
“(Discussion board itu) jauh dari nilai moralitas mahasiswa. Kami secara tegas keluar dari aliansi BEM SI Kerakyatan,” kata Ghaniy kepada Pace melalui pesan WhatsApp, pada Selasa, 22 Juli 2025.
Menurut dia, BEM sejumlah kampus di Jawa Tengah sedang menggelar konsolidasi bersama untuk menyatakan sikap serupa. “Sikap kami sama dengan UGM dan Undip,” kata dia.
Adapun BEM Universitas Tanjungpura juga mengunggah pernyataan serupa melalui akun Instagram. Presiden Mahasiswa BEM Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Tanjungpura, Muhammad Najmi Ramadhan, mengatakan gerakan mahasiswa seharusnya senantiasa berpijak pada kemandirian, independensi, dan semangat kritis terhadap segala bentuk intervensi kekuasaan. Karena itu, aliansi BEM SI kerakyatan seharusnya menjadi pelopor konsolidasi gerakan mahasiswa berdasarkan visi murni kerakyatan, bukan sekadar pertarungan kepentingan politik praktis.
Ia mengatakan kehadiran sejumlah pejabat dan politisi dalam munas sudah mencederai marwah gerakan mahasiswa yang seharusnya menjaga jarak dengan pemerintah. Simbol kekuasaan yang terlibat dalam munas justru dapat mengikis pemikiran kritis dan kebebasan bersuara mahasiswa.
Menurut dia, terjadi pergeseran fokus diskursus dari kritik struktural menjadi ajang pamer muka kepada penguasa dan daya tawar politik antar-mahasiswa. Padahal discussion board mahasiswa hendaknya menjadi corong rakyat dalam menjaga kebebasan berpendapat tanpa embel-embel legitimasi kekuasaan.
Najmi lantas mengajak seluruh elemen mahasiswa terutama BEM fakultas di kampusnya untuk memperkuat jaringan dengan BEM di universitas lain berdasarkan kesetaraan visi dan misi, serta menolak segala bentuk intervensi politik transaksional.
Ia juga menegaskan, sikap keluar dari aliansi BEM SI Kerakyatan bukanlah fragmentasi gerakan. Namun, “Langkah korektif atas menjamurnya pragmatisme politik yang mereduksi fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan.”
Sebelumnya, Ketua BEM Universitas Dharma Andalas, Rifaldi, yang juga panitia acara mengatakan karangan bunga dari Badan Intelijen Negara daerah itu tiba-tiba datang ke lokasi acara. “Langsung kami turunkan karena sebelumnya tidak ada informasi BIN kirim ucapan selamat,” kata Rifaldi.
Ia mengatakan panitia memang mengundang pejabat, politisi, polisi, serta BIN daerah dengan alasan mereka bagian dari discussion board koordinasi pimpinan daerah (Forkominda) Sumatera Barat yang membuka seremoni acara. Kehadiran mereka, kata Rifaldi, merupakan bagian dari teknis acara karena pengelola tempat menginap di Asrama Haji memberikan syarat harus atas sepengetahuan Forkominda Sumatera Barat.
“Kami berkomitmen itu tidak ganggu independensi kami untuk mengkritik kekuasaan,” kata dia.
Pilihan Editor: Perlawanan Mahasiswa dari Masa ke Masa